Monday, 19 December 2016
ANAK (MASIH) MENGENDARAI SEPEDA MOTOR
Oleh:
Fazli
Rachman
(Staf Pusham
Unimed dan Kader HMI)
Anak mengendarai
sepeda motor seperti sudah menjadi hal yang wajar. Pasalnya anak penguna sepeda
motor tidak kunjung berkurang dan relatif bertambah. Ini bisa kita lihat
sepanjang hari terutama pada hari-hari sekolah, anak (siswa) pergi kesekolah
dengan mengendarai sepeda motor. Dapat juga dilihat disekolah-sekolah relatif
banyak sepeda motor yang terparkir dihalaman parkir sekolah, bahkan offer
capacity sehingga masyarakat disekitar sekolah menyediakan tempat parkir
berbayar.
Perlu
dipahami anak adalah kelompok rentan pelanggaran HAM. Anak (UU No 23 Tahun 2002
Tentang Anak) adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan. Perlindungan anak merupakan upaya penting untuk segera
dilakukan. Sangat berbahaya sekali anak mengendarai sepeda motor, contohnya kecelakaan
dengan berbagai penyebab hingga Ranmor karena anak dianggap sebagai kelompok
lemah. Berbagai bahaya tersebut maka pembiaran anak mengendarai sepeda motor
adalah pelanggaran hukum.
Masalah ini
sejak beberapa tahun terakhir menjadi sorotan, sudah menjadi rahasia umum jika
anak tidak memiliki SIM tetapi bebas berkendara. Padahal, seorang pengendara
sepeda motor dikatakan dapat mengendarai sepeda motor setelah memiliki legitimasi
kompetensi pengemudi yang disebut dengan Surat Izin Mengemudi (SIM). Untuk
mendapatkan legitimasi kompetensi pengemudi/SIM seorang pengemudi wajib menggikuti
dan lulus serangkaian ujian, dimulai ujian teori, kesehatan dan ujian
keterampilan mengemudi dengan alat simulator atau ujian praktik. Lalu bagaimana
dengan anak-anak?
Dalam
Perkapolri No 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi dijelaskan bahwa untuk
memperoleh SIM C (Surat Izin Mengemudi untuk sepeda motor) jika berusia minimal
17 tahun. Jelas bahwa sesorang yang dibawah 17 tahun tidak bisa mendapatkan SIM
apalagi untuk mengendarai sepeda motor. SIM juga berfungsi sebagai identitas
pengemudi, kontrol kompetensi pengemudi dan data forensik kepolisian. Tujuannya
adalah agar terjaminnya legitimasi dan identitas terhadap kompetensi pengemudi
dalam rangka mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran
berlalu lintas.
Duduk
Pemasalahan
Anak
mengendarai sepeda motor merupakan realita kekinian bahkan sudah menjadi sebuah
“pemakluman”. Pasalanya kita masih belum memiliki alat transportasi publik yang
aman dan nyaman. Transportasi publik dewasa ini relatif belum menjawab
kebutuhan masyarakat. Rute yang ada relatif jauh sehingga untuk mencapai tujuan
memakan waktu lama, ditambah dengan supir harus “mengetem” dengan waktu yang
lama. Ini menjadi problem tersendiri bagi transportasi publik yang ada.
Nyatanya
pemerintah sampai saat ini relatif tidak mampu menyediakan transportasi ramah,
jika ada ongkosnya relatif mahal. Bayangkan jika anak masuk sekolah jam 7.30
WIB, mereka harus jam berapa berangkat dari rumah dan kemungkinan terlalu gelap
dan sangat berbahaya. Kondisi lebih berat jika sekolah anak relatif lebih jauh
dari rumah. Mengendarai sepeda motor menjadi solusi sesaat dibalik bahaya yang
mengancam anak.
Orang tua
yang seharusnya menjadi garda terdepan perlindungan anak, ternyata mendukung.
Disebabkan berbagai masalah transportasi public kita. Banyak orang tua
memberikan sepeda motor anaknya disebabkan karena jarak sekolah jauh dan
memakan waktu lama jika mengunakan transpotasi publik yang ada. Orang tua juga
menghitung biaya dengan mengunakan transpotasi publik dua kali lebih banyak
jika mengunakan sepeda motor. Belum lagi anak yang minta mengunakan sepeda
motor hanya untuk “gaya-gayaan” saja. Tertapi bagaimanapun tindakan tersebut
mengabaikan prinsip keselamatan dan keamanan anak.
Disisi lain,
ternyata terjadi pembiaran yang dilakukan oleh Kepolisian. Penglihatan penulis
selama ini, cukup bebas anak pergi sekolah dengan mengunakan seragam sekolah
mengendarai sepeda motor. Walaupun mereka tampak menaati peraturan dengan
menyalakan lampu, mengunakan kaca spion dan memakai helm, mereka tetaplah tidak
memiliki SIM sebagai legitimasi kompetensi pengendara. Saya yakin petugas
kepolisian mengetahui bahwa mereka adalah anak dibawah umur kepemilikan SIM
(dibawah 17 tahun). Tentunya polisi mengetahui rata-rata siswa SMA kelas 3 saja
masih berumur 16 tahun dan hanya sedikit sudah 17 tahun. Bahkan, anak SMP saja
sudah mengendarai sepeda motor.
Kemungkinan
Buruk
Sangat
berbahaya anak mengendarai sepeda motor, banyak kemungkinan bisa terjadi jika
anak tetap dibiarkan mengendarai sepeda motor. Ancaman kecelakaan selalu
menghantui. Anak memiliki ancaman kecelakaan lebih tinggi dikarenakan tidak
memiliki pengakuan kompetensi sebagai pengendara. Anak dalam masa pendewasaan
kemungkinan akan kebut-kebutan dijalan karena hasrat ingin tampil dan mencoba.
Ancaman
tersebut dikarenakan semakin tinggi anak penguna sepeda motor dan akan mempersempit
ruang berkendara khususnya pada jam-jam sibuk. Tentu angka kecelakaan juga akan
semakin tinggi. Dilain sisi , anak sebagai kelompok rentan lebih rawan Ranmor,
tentu akan membahayakan. Pengunakaan sepeda motor juga semakin praktis dan
mobile anak kemana saja dan tidak terkontrol. Bahkan sebagian kecil mereka dengan
sepeda motornya membolos sekolah ketempat-tempat jauh atau tempat tidak dilihat
keluarga.
Terakhir,
tidak berjalannya program tertib berlalu lintas. Dasar berfikirnya adalah
bagaimana mungkin tertib berlalu lintas terwujud jika masih ada pengendara yang
tidak memiliki SIM (dibawah 17 tahuh) bebas berkendara di jalanan. Permasalahan
klasik seperti ini sudah menjadi pembahasan umum masyarakat. Tetapi kenyataannya
sampai hari ini masalah tersebut masih tetap terjadi.
Masalah ini
bisa diselesaikan jika (1) orang tua benar melindungi dan mendidik anaknya
dengan baik. Tidak mempermudah diri untuk melakukan sesuatu dengan praktis. (2)
Kepolisian harus tetap konsisten menegakan hukum, terutama tertib berlalu
lintas. Karena mobilitas manusia salah satunya di jalan raya. (3) Pemerintah
harus bersegera diri untuk membenahi transportasi publik, sehingga terwujudnya
transpistasi yang mengutamakan keamanan, ketertiban dan praktis. Dan yang
terpenting adalah sinergitas antara orang tua sebagai pendidik, polisi dalam
rangka penegakan hukum melalui tertib berlalu lintas dan pemerintah yang
menyediakan transportasi publik. Sehingga anak tidak perlu lagi mengendarai
sepeda motor untuk mobilitasnya sehari-hari dan semoga tertib berlalu lintas
dapat terwujud dan generasi muda selamat sentausa.
Tulisan ini
adalah tulisan lama yang, baru saya publish.
Subscribe to:
Posts (Atom)