Friday 14 August 2015
PAK OGAH KECIL YANG TERABAIKAN
Oleh
FAZLI RACHMAN
(Mahasiswa Jurusan
PPKn FIS UNIMED dan Pengurus HMI Koms. FIS UNIMED)
Sosok
Pak Ogah yang identik dengan selogan “gopek
dulu dong” memang diperbarui siring
perkembangan zaman. Karakter Pak Ogah dalam serial film “Leptop Si Unyil’ kini digunakan
menyebut para pengatur lalu lintas tak resmi, biasa berada pada
persimpangan-persimpangan jalan yang tidak terdapat lampu lalu lintas (Traffics Light) dan terjamah oleh
Polisi lalu lintas. Pak Ogah sangat membantu dalam mengatur lancarnya lalu
lintas dengan membantu penyebrangan jalan bagi kenderaan bermotor.
Keberadaan
Pak Ogah semakin dibutuhkan ketika volume kendaraan semakin meningkat tetapi
tidak didukung dengan peningkatan fasilitas serta Polisi lalu lintas.
Meningkatnya volume kendaraan serta tingginya tingkat kesibukan pengunanya
menyebabkan seringkali menyebabkan kemacetan yang panjang, Pasalnya semua pengguna
kenderaan berlomba-lomba ingin cepat sampai ke tempat tujuan dengan
berbondong-bondong menyerobot jalan dari
berbagai sisi. Kondisi seperti ini semakin diparah dengan tidak adanya Traffics Light serta minimnya Polisi lalu lintas yang membantu menormalisasi kemacetan pada
jam-jam sibuk.
Pak
Ogah kini menjelma sebagai pembantu Polisi lalu lintas untuk meredam kemacetan
kota, bukan hanya di daerah Jawa-Jakarta tatapi juga di Medan. Para Pak
Ogah menjadikan kegiatan pengaturan lalu
lintas sebagai profesinya, yang sebenarnya menjadi tugas Polisi Lalu lintas.
Mengapa tidak, para pengguna jalan menganggap keberadaan Pak Ogah dapat
membantu melancarkan jalannya hingga sampai ketujuan sehingga para pengguna
jalan merela menggularkan uang untuk membayar jasa Pak Ogah yang telah
membantunya menyebrang jalan. Biasanya para mengguna kendaraan kecuali roda dua
dan tigalah yang menjadi sasaran kutipan oleh Pak Ogah karena dianggap
membutuhkan ruang jalan yang besar dan lebih sulit untuk menyebrang.
Berpariasi
uang yang diberikan kepada Pak Ogah, mulai dari 500 rupiah hingga 1000 rupiah,
tergantung keikhalas mereka yang memberikan. Sedikit demi sedikit tentu pundi uang
dikumpulkan hingga dapat mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, apalagi jika
dihitung dari volume kendaraan yang semakin bertambah tentu menjadi anugrah
tersendiri bagi mereka.
Realita Pak Ogah Kecil
Iming–iming
uang yang ditawarkan tentu menatik perhatian tersendiri oleh anak-anak untuk
menjadi Pak Ogah. Pak Ogah kecil tak kalah dengan Pak Ogah lainya mereka dengan
lihainya mengatur lalu lintas bagaikan seorang profesional yang telah
berpengalaman untuk mengatur lalu lintas.
Mereka
pastinya sadar bahwa bahaya yang sangat
besar didepan mata ketika melakukan perkerjaan sebagai pengatur lalu lintas.
Tentu bahaya ini tidak dindahkah oleh Pak Ogah kecil demi mendapatkan pundi uang
meski mengancam nyawanya, terkadang kurangnya kepercayaan penguna kenderaan
menganggap ringgan instruksi yang justru dengan tenangnya mengabaikan justru
menambah bahaya yang harus dihadapinya. Postur randah terkadang tidak nampak
bahwa mereka berada di tengah jalan untuk mengatur jalan terkadang terjadi
terkadang mereka hampir tertabrak. Tentu bahaya sudah menghantui didepan mata Pak
Ogah kecil, tetapi bukan menjadi alasan mereka untuk berhenti mencari pundi
uang dengan mengatur lalu lintas.
Pemandangan
keberadaan Pak Ogah kecil di Medan dapat dilihat secara tidak sengaja pada persimpangan
jalan yang tidak memiliki Traffics Light
dan pada saat Traffics Light mati yang
biasanya terjadi pada saat pemadaman listrik, memang tidak setiap saat pak ogah
kecil membantu penyebrangan tetapi pada waktu tertentu yang tidak terjadwal.
Pak
Ogak kecil adalah wujud kehilangan masa keemasan anak-anak yang seharusnya
mendapatkan haknya sebagai anak bukan. Jalanan bukanlah daerah bermain buat
anak-anak apalagi untuk mencari uang dengan menjadi pengatur lalu lintas karena
bahaya yang sangat besar berada disana, tetapi realita seperti ini belum
terlihat penyelesaianya melihat sampai sekarang keberadaan Pak Ogah kecil masih
tetap ada.
Refleksi UU No. 23
Tahun 2002
Setiap
anak berhak untu hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisiapasi secara wajar
sesuai den dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi,
begitulah bunyi Pasal 4 UU No. 23 Tahun
2002. Tetapi fenomena Pak Ogah kecil adalah sebuah fakta bahwa
terabaikannya hak anak dan sudah seharusnya pemerintah khusunya Pemko Medan memberikan
perhatiannya kepada mereka.
Kemiskinan
menyebabkan mereka harus rela melupakan masa kecilnya demi pundi uang yang
harus dicarinya demi mencukupi uang kebutuhanya. Sudah seharusnya pemerintah khusunya
Pemko Medan memberikan pelayaanan terhadap kesehatan dan jaminan sosial sesuai
dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial sebagaimana bunyi Pasal 8
UU tersebut. Sehingga kedepanya mereka dapan memegang tongkat estafet kehidupan
bangsa nantinya, tetapi seandainya fenomena Pak Ogah kecil masih tetap ada
nantinya tentunya ini akan menjadi boomerang bagi bangsa karena kerena mamiliki generasi penerus kecerdasan
yang buruk karena terabainya pendidikan mereka akibat terkontaminasi budaya
sosial yang buruk.
Keberadaan
Pak Ogak kecil menjadi fakta gagalnya pemerintah memberikan perlindungan anak.
Maka untuk itu perlu perhartian khusus tidak hanya oleh pemerintah, tetapi
seluruh elemen masyarakat sebagai sosial kontrol yang secara langsung memiliki
kontak langsung dengan pertumbuhan kecerdasan anak, sebab sinergitas antara
pemerintah dan masyarakat khususnya orang tua sangat dibutuhkan untuk
memperbaiki tumbuh-kembang anak bangsa sehingga terujutnya generasi penerus
bangsa yang unggul segingga nantinya sebagai pemengan tongkat estafet bangsa
dikemudian hari.
Tulisan ini diselesaikan pada 11 Juli 2013
Thursday 6 August 2015
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (SMA/MA/SMK)
Hakikat
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menanam nilai-nilai
Pancasila dalam sikap dan perilaku keseharian siswa. Oleh karena itu,
penyusunan buku ini diusahakan untuk dapat mewadahi hakikat tersebut. Hal
inilah yang secara tidak langsung menjadi keunggulan buku ini.
Secara
ringkas, buku ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan buku-buku lain, yaitu
sebagai barikut:
- Materi yang disajikan secara ringkas, namun terperinci, dengan bahasan yang mudah dipahami.
- Materi dan tugas menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran yang aktif.
- Materi dapat dipraktikkan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari melalui berbagai tugas, baik individu maupun kelompok.
- Siswa juga dibekali wawasan atau informasi tambahan mengenai kenegaraan, kebhinekaan, dan hukum yang relevan dalam isi materi dalam tiap babnya.
- Rasa nasionalisme dan kebangsaan siswa dirangsang untuk tumbuh dan berkembang melalui peemberian tugas atau kutipan-kutipan yang relevan.
- Daya fikir dan kekeritisan siswa dapat diasah dan disalurkan melalui tugas-tugas yang sifatnya menganalisis suatu kasus yang relevan dengan isi materi dalam tiap babnya.
- Tugas-tugas dalam buku ini juga mengajak siswa untuk lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa menarik dan penting berhubungan dengan materi.
- Pendidikan Kewarganegaran Kelas X
Penulis : Rima Yuliastuti, Wijianto dan Budi Waluyo
Terbitan : 2011
Penerbit : Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional
ISBN : 978-979-095-670-4 (no.jil.lengkap)/ 978-979-095-674-2 (jil.1.4)
Jumlah Halaman : 308
Kurikulum 2006
Download (Klik)
- Pendidikan Kewarganegaran Kelas IX
Penulis : Rima
Yuliastuti, Wijianto dan Budi Waluyo
Terbitan : 2011
Penerbit : Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional
ISBN : 978-979-095-670-4 (no.jil.lengkap)/978-979-095-677-3 (jil.2.3)
Jumlah Halaman : 268
Kurikulum 2006
Download (Klik)
Terbitan : 2011
Penerbit : Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional
ISBN : 978-979-095-670-4 (no.jil.lengkap)/978-979-095-677-3 (jil.2.3)
Jumlah Halaman : 268
Kurikulum 2006
Download (Klik)
Friday 3 July 2015
TANTANGAN REFORMA AGRARIA
OLEH
FAZLI RACHMAN
(Mahasiswa Jurusan PPKn
Universitas Negeri Medan dan Pengurus HMI Kom. FIS Unimed)
Tantangan Reforma Agraria menjadi tuntutan bersama kalangan akademisi,
Ornop serta organisasi-organisasi tani Indonesia untuk dilaksanakan. Sejak awal
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui pidatonya pada awal
tahun 2007 yang disiarkan oleh TVRI, Presiden SBY sempat menyinggung untuk
melakukan pembaharuan (Reforma) Agraria. Pidato tersebut menjadi membawa angin
segar bagi berbagai pihak yang menginginkan Reforma Agraria menjadi perhatian
Pemerintah pada saat itu.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden SBY juga menyinggung tentang redistribusi Tanah Negara kepada sejumlah rumah tangga yang dikategirikan miskin petani. Jika kembali membuka Visi, Misi dan Program Pemerintahan saat itu agenda Reforma Agraria menjadi program sejajar dengan program lainya dalam rangka revitalisasi petani dan aktifitas pedesaan. Faktanya kejelasan program tersebut masih belum menemukan titik terang.
Reforma Agraria merupakan implementasi dari mandat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI) Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaharuan Agraria dan Penelolahan Sumberdaya Alam. Pada Pasal 7 menjelaskan “Menugaskan Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam dengan menjadikan Ketetapan ini sebagai landasan dalam setiap pembuatan kebijakan; dan semua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan Ketetapan ini harus segera dicabut, diubah, dan/atau diganti”.
Sedangkan pada Pasal 8 menyebutkan “Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam serta melaporkan pelaksanaannya pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia”. Jelas bahwa Reforma Agraria merupakan agenda utama yang harus diselasaikan oleh Pemerintah.
Indonesia kekayaan sumberdaya agraris, untuk itu pemerintah seharunya memberi perhatian lebih terhadap pembangunan sektor agraris. Bukan karena penduduk Indonesia banyak bergantung pada tanah dan sumberdaya agraris, tetapi potensi besar kekayaan agraris Indonesia yang berpotensi untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta mengatasi persoalan struktural seperti; kemiskinan, penganguran, laju urbanisasi, krisis pangan, energi dan ekologi.
Tapi ternyata potensi besar kekayaan agrasis Indonesia tidak dikelola secara baik. Potensi besar kekayaan agrasis terbiarkan percuma. Bahkan sebaliknya, kekayaan agrasis sering berbuah negarif. Pengelolahan dan kekuasaan Negara atas tanah serta sumberdaya alam berbanding terbalik dengan harapan. Ketimpangan sangat mendalam dirasakan oleh masyarakat, sehingga mendorong terjadinya konflik terbuka dari wujud ketidakadilan. Konflik agraria terjadi sering dibarengi dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Persoalan agraria masih menjadi daftar hitam Pemerintah sekarang yang harus ditanggani secepatnya. Berlarutnya persoalan agraria akan berdampak luas bagi Indonesia, lemahnya struktur ekonomi dan industrialisasi; ketimpangan struktur penguasaan tanah dan sumberdaya agraria; sehingga mengakibatkan meningkatnya konflik agraria; peraturan perundang-undangan tumpang tindih serta tidak berorientasi pada konsep ekonomi kerakyatan dan; birokrasi yang mementingkan pengusaha dengan alasan pertumbuhan ekonomi.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden SBY juga menyinggung tentang redistribusi Tanah Negara kepada sejumlah rumah tangga yang dikategirikan miskin petani. Jika kembali membuka Visi, Misi dan Program Pemerintahan saat itu agenda Reforma Agraria menjadi program sejajar dengan program lainya dalam rangka revitalisasi petani dan aktifitas pedesaan. Faktanya kejelasan program tersebut masih belum menemukan titik terang.
Reforma Agraria merupakan implementasi dari mandat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI) Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaharuan Agraria dan Penelolahan Sumberdaya Alam. Pada Pasal 7 menjelaskan “Menugaskan Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam dengan menjadikan Ketetapan ini sebagai landasan dalam setiap pembuatan kebijakan; dan semua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan Ketetapan ini harus segera dicabut, diubah, dan/atau diganti”.
Sedangkan pada Pasal 8 menyebutkan “Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam serta melaporkan pelaksanaannya pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia”. Jelas bahwa Reforma Agraria merupakan agenda utama yang harus diselasaikan oleh Pemerintah.
Indonesia kekayaan sumberdaya agraris, untuk itu pemerintah seharunya memberi perhatian lebih terhadap pembangunan sektor agraris. Bukan karena penduduk Indonesia banyak bergantung pada tanah dan sumberdaya agraris, tetapi potensi besar kekayaan agraris Indonesia yang berpotensi untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta mengatasi persoalan struktural seperti; kemiskinan, penganguran, laju urbanisasi, krisis pangan, energi dan ekologi.
Tapi ternyata potensi besar kekayaan agrasis Indonesia tidak dikelola secara baik. Potensi besar kekayaan agrasis terbiarkan percuma. Bahkan sebaliknya, kekayaan agrasis sering berbuah negarif. Pengelolahan dan kekuasaan Negara atas tanah serta sumberdaya alam berbanding terbalik dengan harapan. Ketimpangan sangat mendalam dirasakan oleh masyarakat, sehingga mendorong terjadinya konflik terbuka dari wujud ketidakadilan. Konflik agraria terjadi sering dibarengi dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Persoalan agraria masih menjadi daftar hitam Pemerintah sekarang yang harus ditanggani secepatnya. Berlarutnya persoalan agraria akan berdampak luas bagi Indonesia, lemahnya struktur ekonomi dan industrialisasi; ketimpangan struktur penguasaan tanah dan sumberdaya agraria; sehingga mengakibatkan meningkatnya konflik agraria; peraturan perundang-undangan tumpang tindih serta tidak berorientasi pada konsep ekonomi kerakyatan dan; birokrasi yang mementingkan pengusaha dengan alasan pertumbuhan ekonomi.
Komitmen dan Tantangan Presiden
Mendatang
Belum terselesaikanya persoalan agraria pastinya akan diwariskan kepada Pemerintahan selanjutnya. Tahun ini menjadi momentum memilih pemimpin yang memiliki komitmen dalam pemanfaatan kekayaan sumberdaya agraria Indonesia dengan baik. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun ini sudah selayaknya memilih mengunakan rasionalias atas kualitas dari figur calon serta komitmen agrarian yang baik. Jika kita salah pilih maka 5 (lima) tahun Indonesia kedepan akan buram.
Siapapun nanti Presiden dan Wakilnya terpilih, mereka mempunyai beban berat dipundaknya. Sebab Indonesia Negara yang besar dengan segudang persoalan yang kompleks serta harus diselesaikan secepat mungkin. Begitu juga persoalan agraria, Reforma Agraris harus menjadi prioritas utama dalam program kerja nasionalnya. Potensi besar sumberdaya agraris sudah saatnya dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah kedepanya.
Setidaknya ada beberapa hal yang harus menjadi prioritas Pemerintah selanjutnya untuk segera melakukan pembaharuan agraria. Diantaranya dengan memperbaiki tatanan agraria yang telah timpang, pembangian yang adil atas sumberdaya agraria, mengurangi penguasan tanah yang berlebihan, menyelesaikan konflik agraria, memperkuat ekonomi kerakyatan di pedesaan, serta membangun pondasi yang kokoh atas dasar keadilan sosial sebagaimana amanah Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Selain itu, dapat membentuk lembaga khusus yang menangani Agraria penyelesaian konflik agraria. Serta mengkaji/review kembali peratutan perundang-undangan, khususnya praturan perundang-undangan terkait agraria serta sumberdaya alam. Siapapun terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden nanti dapat memanfaatkan potensi agraria Indonesia yang melimpah, apapun caranya. Semoga Pemerintahan kedepan jauh lebih baik.
Belum terselesaikanya persoalan agraria pastinya akan diwariskan kepada Pemerintahan selanjutnya. Tahun ini menjadi momentum memilih pemimpin yang memiliki komitmen dalam pemanfaatan kekayaan sumberdaya agraria Indonesia dengan baik. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun ini sudah selayaknya memilih mengunakan rasionalias atas kualitas dari figur calon serta komitmen agrarian yang baik. Jika kita salah pilih maka 5 (lima) tahun Indonesia kedepan akan buram.
Siapapun nanti Presiden dan Wakilnya terpilih, mereka mempunyai beban berat dipundaknya. Sebab Indonesia Negara yang besar dengan segudang persoalan yang kompleks serta harus diselesaikan secepat mungkin. Begitu juga persoalan agraria, Reforma Agraris harus menjadi prioritas utama dalam program kerja nasionalnya. Potensi besar sumberdaya agraris sudah saatnya dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah kedepanya.
Setidaknya ada beberapa hal yang harus menjadi prioritas Pemerintah selanjutnya untuk segera melakukan pembaharuan agraria. Diantaranya dengan memperbaiki tatanan agraria yang telah timpang, pembangian yang adil atas sumberdaya agraria, mengurangi penguasan tanah yang berlebihan, menyelesaikan konflik agraria, memperkuat ekonomi kerakyatan di pedesaan, serta membangun pondasi yang kokoh atas dasar keadilan sosial sebagaimana amanah Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Selain itu, dapat membentuk lembaga khusus yang menangani Agraria penyelesaian konflik agraria. Serta mengkaji/review kembali peratutan perundang-undangan, khususnya praturan perundang-undangan terkait agraria serta sumberdaya alam. Siapapun terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden nanti dapat memanfaatkan potensi agraria Indonesia yang melimpah, apapun caranya. Semoga Pemerintahan kedepan jauh lebih baik.
Tulisan ini diselesaikan pada 29/6/2014
Tuesday 30 June 2015
TENTANG UN
Oleh
(Mahasiswa Jurusan PPKn UNIMED dan Pengurus HMI Komisariat FIS
UNIMED)
Sejak
Ujian Nasional (UN) diselengarakan telah mengundang pro dan kontra dari
berbagai elemen. Mereka yang pro terhadap UN tentu memeiliki pendapat dan pola
fikir tersendiri mengapa UN sangat penting bagi peserta didik, sedangkan kontra
memandang bahwa UN adalah sebuah wujud dari ketidakadilan serta kekeliruan Pemerintah
terhadap penilaian hasil belajar peserta didik.
Bagi
mereka yang kontra, tentunya UN sebagai syarat kelulusan bagi peserta didik
tentu kurang tepat jika melihat kondisi pendidikan Indonesia sekarang. Kualitas
pendidikan yang belum merata baik sarana maupun prasarana antara kota dan desa
serta daerah maju dan daerah tertinggal harus diikutsertakan dalam pelaksanaan
UN dan diberikan soal yang sama. Oleh karena itu, terdapat banyak sekali
kecurangan ketika penyelengaraan UN sehingga UN terkesan dipaksakan bagi peserta
didik.
Sedangkan
bagi mereka yang pro UN, UN bukan hanya sekedar ujian kelulusan. Lebih jauh UN
bertujuan untu pemetaan kualitas pendidikan; seleksi jenjang berikutnya;
kelulusan dalam jenjang satuan pendidikan, serta; pembinaan dan pemberian
bantuan terhadap satuan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, sebagaimana
termaktub pada Pasal 68 PP No. 13 Tahun 2013 (Perubahan PP No. 19 Tahun 2005) Tantang
Standar Nasional Pendidikan. Atas dasar tersebutlah diperlukan
standarisasi/alat ukur secara nasional untuk peningkatan mutu pendidikan secara
berkesinambungan perlahan dan menyeluruh.
***
Penyelengaraan
UN sebagai standar kelulusan sekarang masih
mencakup aspek kognitif peserta didik. Sementara pendidikan mencakup 3
(tiga) aspek yaitu Kognitif, Psikomotor, dan Afektif. Untuk itu jika UN menjadi
standar pendidikan di Indonesia tentu haruskah mencakup ketiga aspek tersebut,
karena ketiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Sejak
UN dijadikan sebagai penentu kelulusan peserta didik sebenarnya terdapat kekeliruan.
Bagaimana peserta didik dikatakan lulus jika hanya dinilai dari aspek kongnitif
saja?. Sudah dijelaskan bahwa dalam konsep pendidikan Indonesia mencakup 3 (tiga)
aspek yaitu Kognitif, Psikomotor, dan Afektif. Jika peserta didik dikatakan
lulus hanya dalam satu aspek yaitu kognitif, maka terjadi ambiguitas dalam
pendidikan Indonesia yang dilakukan selama ini.
Seharusnya
proses pendidikan yang telah pemerintah desain dengan cakupan Kognitif, Psikomotor, dan Afektif, standar
kelulusanya harusnya mencakup tiga aspek juga. Kenneth D. Moore menjelaskan Kognitif, Psikomotor, dan Afektif memiliki
subaspek seperti aspek kognitif yang terdiri dari ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintetis; afektif terdiri dari penerimaan, tanggapan, penanaman
nilai, pengorganisasian nilai-nilai, karakterisasi kehidupan; dan psikomotor
terdiri dari memperhatikan, peniruan, pembiasaan dan pemantapan prilaku.
Sebelum
proses pembelajaran, guru harus menyiapkan sebuah rencana pelaksanaan
pembelajaran yang memuat Kognitif, Psikomotor, dan Afektif didalamnya. Tentunya
proses pembelajaran juga mencakup 3 (tiga) aspek tersebut. Oleh karenanya
penilaian terhadap hasil pembelajaran juga harus mencakup 3 (aspek tersebut).
Baik kurikulum 2006 ataupun 2013 menurut penulis juga memuat ketiga aspek
tersebut.
Jika
UN dijadikan sebagai standar kelulusuan peserta didik tentu kurang tepat,
karena hanya mencakup aspek kognitif. Menurut penulis dapat dijadikan sebagai
standar kelulusan peserta didik jika mencakup 3 (tiga) aspek tersebut, untuk
itu UN harus direkonstruksi ulang sebagaimana mestinya.
Pelaksanaan UN
sebagai syarat kelulusan bagi peserta didik tentu kurang tepat melihat kondisi
pendidikan Indonesia sekarang. Kualitas pendidikan yang belum merata baik
sarana maupun prasarana antara kota dan desa serta daerah maju dan daerah
tertinggal harus diikutsertakan dalam pelaksanaan UN dan diberikan soal yang
sama. Oleh karena itu, terdapat banyak sekali kecurangan ketika penyelengaraan
UN sehingga UN terkesan dipaksakan bagi peserta didik.
***
UN
baik sebagai standar nasional pendidikan. Jika tidak ada satu alat ukur
pendidikan, bagaimana dapat mengevaluasi pendidikan. Pelaksanaan UN dapat mengambarkan
peta pendidikan nasional baik terhadap peserta didik, satuan pendidikan, dan kelembagaan
bahkan terhadap konsep pendidikannya.
Apabila UN telah
selesai dilaksanakan, maka hasil UN dapat dijadikan gambaran pendidikan
nasional. Gambaran tersebut dapat menjadi acuan pembenahan mutu pendidikan. Jika
UN tidak dilaksanakan pemerintah akan kewalahan untuk menentukan peta
pendidikan nasional dan bagaimana pemerintah dapat melakukan pengukuran serta
evaluasi terhadap pendidikan. UN bukan hanya sekedar ujian kelulusan. Lebih
jauh UN bertujuan untu pemetaan kualitas pendidikan; seleksi jenjang
berikutnya; kelulusan dalam jenjang satuan pendidikan, serta; pembinaan dan
pemberian bantuan terhadap satuan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Setidaknya problem
pelaksanaan UN, jurtsu harus diperbaiki secara berkesinambungan. Secara umum,
peningkatan kualitas guru; melengkapi sarana dan prasarana sekolah; akses
informasi pendidikan yang baik; mengatasi dapak psikologi pelaksanaan UN bagi
peserta didik, serta; meninjau kembali konsep pendidikan nasional. Perbaikan
masalah UN yang selama ini telah beberapa kali terlaksana haruslah secara nyata
dapat dirasakan oleh berbagai eleman pendidikan.
Kesimpulan
Baik kelompok pro atau kontra
terhadap UN, mereka sama-sama menggingkan meningkatnya kualitas pendidikan
Indonesia. Melalui pelaksanaan UN seharusnya tidak menjadi “ajang penghakiman peserta
didik” atas kualitas pendidikan Indonesia yang belum baik dan merata. UN
seharusnya menjadi pelajaran kedepanya bagi penyelengara pendidikan atas
pelaksanaan pendidikan selama peserta didik belajar pada satuan pendidikan.
UN
seharusnya menjadi ajang evaluasi bagi peserta didik dan pemerintah dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan dapat kita
rasakan jika (salah satunya) UN berjalan dengan baik. Bukan hanya pada
pelaksanaannya tetapi evaluasi, serta pengembangan secara berkesinambungan
terhadap pendidikan Indonesia. Harapanya adalah kualitas pendidikan semakin
baik.
Tulisan ini diselesaikan pada pertengahan 2014
Tulisan ini diselesaikan pada pertengahan 2014
Monday 29 June 2015
(MENINGKATKAN) GAIRAH MEMILIH
Oleh:
Fazli
Rachman
(Mahasiswa PPKn FIS UNIMED
dan Pengurus HMI Koms. FIS UNMED)
Mengairahkan
partisipasi publik untuk pemilu 2014 harus diupayakan secara maksimal demi
walaupun tidak ada paksaan untuk turut berpartisipasi. Meningkatnya jumlah
pemilih dibandingkan tahun pemilu tahun 2009 bukan menjadi tolak ukur untuk
kegairahan pemilu legislatif 2014
nantinya.
Lonjakan pemilih
pada pemilu legislatif 2014 nantinya meningkat hingga 10 persen, menurut data
sebelumnya jumlah pemilih mencapai 171 juta lebih jiwa sedangkan untuk pemilu legislatif tahun 2014 nantinya
mencapai 188 juta lebih jiwa setelah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU). Namun amat disayangkan ketika kenaikan jumlah pemilih tidak diikuti dengan
naiknya minat memilih para wakil-nya yang nantinya akan duduk di singgasana
politik yang katanya akan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Buktinya tingkat
pasrtisipasi publik pada 1999 dan 2009 pada pemilu legislatif menurun 20
persen.
Klimaks
partisipasi politik masyarakat ketika euforia politik yang sering terjadi era revormasi seringnya pesta demokrasi
digelar hanya menghasilkan wakil dan pemimpin rakyat tanpa menghasilkan
kesejahteraan bagi rakyat, oleh karenanya tumbuh pada masyarakat sikap apatis akan
pemilu. Pemilu adalah bagian dari demokrasi dan demikrasi adalah alat untuk
memporoleh kesejahteraan.
Pemilu tahun
2014 maksimalkan diusahakan agar gairah untuk ikut dalam pesta demokrasi dengan
memilih dapat meningkat. Dewasa atau
tidaknya demokrasi Indonesia tetap masih banyak masyarakat enggan untuk memilih
dan menggangap percuma memilih jika kehidupan yang lebih baik tidak bisa
didapatkan. Indonesia telah beberapa kali mengadakan pesta demokrasi atau pemilu
sepanjang pencapaian kemerdekaan. Tak bisa dipungkiri pengalaman panjang pemilu
telah didapat dan sebuah pembelajaran sudah seharusnya didapat dari setiap
pengadaan pemilu.
Pengalaman yang
panjang pesta demokrasi atau pemilu tak cukup untuk meningkatkan gairah publik
mengikuti pesta demokrasi yang berlangsung. Berbagai respon masyarakat akan
terselengaranya pemilu juga berangam baik positif atau pun negarif telah didapat.
Masyarakat sebagai bagian penting pemilu
tentunya merasakan dampak langsung dari pemilu sehingga memiliki respon
tersendiri terhadap pemilu yang terselengara, tetapi sayangnya respon yang
tentunya bersifat membangun itu tak dihiraukan pemerintah sebagai masukan untuk
menjalankan pemilu yang lebih baik.
Apatis
Memilih
Pemilu
adalah waktu dimana kita dapat memilih wakil atau pemimpin yang kita harapkan
menerima aspirasinya untuk mewujutkan kesejahteraan baginya. Antara pemilih dengan
yang dipilih seharusnya memiliki
pengetahuan tentang latar belakang wakil atau pemimpin yang mewakili,
memperjuangkan aspirasinya dan untuk menjalankan pemerintahan ketika telah
duduk disinggasana politiknya. Maka dari itu perlunya pendekatan dan pengenalan
calon wakil rakyat kepada masyarakat agar mereka mengenal siapa dan bagaimana
latar belakangnya, hingga pada hari pemilihan masyarakat dapat memilih pilihan
yang tepat baginya.
Kampanye
menjadi ajang memperkenalkan diri para calon wakil rakyat, segala cara baik
yang dikatakan haram maupun yang dikatakan halal dilakukan untuk menarik
perhatian masyarakat yang akan memilih sehingga dapat memilihnya ketika
pemilihan. Tak bisa dinafikan banyak dana yang dihabiskan olehnya untuk menarik
simpatik para pemilih untuk itu calon perlu modal besar untuk menjadi seorang
calon wakil rakyat.
Habis-habisan
dalam kampanye pemilu membuat mereka memutar otak agar modal kampanyenya dapat
kembali, pasalnya gaji sebagai wakil rakyak tak cukup untuk mengembalikan
modalnya yang habis-habisan ketika kampanye. Tak jarang ketika meraka menduduki
jabatan melakukan korupsi adalah satu caranya untuk mengembalikan modal
kampanyenya, buktinya banyak wakil rakyat menjadi tersangka korupsi.
Kenyamanan
singgasana wakil rakyat membuat lupa bahwasanya mereka adalah penyalur aspirasi
rakyat, apa yang dilakukan tak sama denggan apa yang dijanjikan ketika kampanye. Bertampang dan berbicara manis didepan
masyarakat agar memilihnya tetapi ketika menikmati kenyamanan singgasana wakil
rakyat seakan lupa bahwa mereka adalah wakil rakyat, tingkah lakunya yang tak
mencerminkan sebagai wakil rakyat. Tidur
ketika rapat atau sidang, absen menghadiri sidang-sidang, sombong, dan banyak
karakter yang tidak mencerminkan seorang wakil rakyat.
Akhirnya
menuai berbagai respon masyatakat terhadap produk pemilu yang menjanjikan
pemimpin idealnya. Dari kenyataan yang mampak dimasyarakat dan tidaknya menjadi pembelajaran tersendiri
baginya, pembelajar tersebut ada yang meningkatkan slektifitas dan sensitifitas
untuk memilih pemimpinnya serta ada yang apatis dan menggangap bahwa pemilu
akan sama saja dan menghasilkan pemimpin yang sama juga.
Meningkatkan pemahaman pemilih agar lebih selektif memilih
tentu akan percuma jika tidak memulai denggan memberikan pemahaman melalui pendidikan
politik. Tampak terlupakan ketika antara pemerintah dan partai politik tak lagi
memberikan pemahaman pentingnya demoktrasi dalam sistem pemerintahan.
Pemerintah dan partai politik sibuk mengurusi masing-masing diri sendiri untuk
menjalankan tugas pemerintahan dan bagaimana menyusun strategi pemenangan
pemilu bagi partai politik, dan hanya muncul pada saat-saat pemilu yang semakin
dekat.
Meningkatkan gairah partisipasi masyarakat untuk memilih butuh waktu yang panjang, masyarakat sebenarnya butuh bagaimana contoh wakil-wakil rakyat yang benar-benar dapat memperjuangkan aspirasinya sehingga masyarakat mengganggap penting wakilnya sangat penting untuk memperjuangkan aspirasinya. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bagaimana selektif memilih pemimpin melalui pendidikan politik oleh pemerintah dan partai politik serta sangat penting seharusnya pemerintah memperketat regulasinya untuk menyeleksi bakal calon wakil dan pemimpin rakyat. Intinya adalah pemerintah harus mendekorasi ulang sistem politik demokrasi Indonesia agar memaksimalkan partisipasi politik masyarakat.
Meningkatkan gairah partisipasi masyarakat untuk memilih butuh waktu yang panjang, masyarakat sebenarnya butuh bagaimana contoh wakil-wakil rakyat yang benar-benar dapat memperjuangkan aspirasinya sehingga masyarakat mengganggap penting wakilnya sangat penting untuk memperjuangkan aspirasinya. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bagaimana selektif memilih pemimpin melalui pendidikan politik oleh pemerintah dan partai politik serta sangat penting seharusnya pemerintah memperketat regulasinya untuk menyeleksi bakal calon wakil dan pemimpin rakyat. Intinya adalah pemerintah harus mendekorasi ulang sistem politik demokrasi Indonesia agar memaksimalkan partisipasi politik masyarakat.
Tulisan ini diselesaikan pada 25 Desember 2013
Subscribe to:
Posts (Atom)