Oleh:
Fazli
Rachman
(Mahasiswa PPKn FIS UNIMED
dan Pengurus HMI Koms. FIS UNMED)
Mengairahkan
partisipasi publik untuk pemilu 2014 harus diupayakan secara maksimal demi
walaupun tidak ada paksaan untuk turut berpartisipasi. Meningkatnya jumlah
pemilih dibandingkan tahun pemilu tahun 2009 bukan menjadi tolak ukur untuk
kegairahan pemilu legislatif 2014
nantinya.
Lonjakan pemilih
pada pemilu legislatif 2014 nantinya meningkat hingga 10 persen, menurut data
sebelumnya jumlah pemilih mencapai 171 juta lebih jiwa sedangkan untuk pemilu legislatif tahun 2014 nantinya
mencapai 188 juta lebih jiwa setelah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU). Namun amat disayangkan ketika kenaikan jumlah pemilih tidak diikuti dengan
naiknya minat memilih para wakil-nya yang nantinya akan duduk di singgasana
politik yang katanya akan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Buktinya tingkat
pasrtisipasi publik pada 1999 dan 2009 pada pemilu legislatif menurun 20
persen.
Klimaks
partisipasi politik masyarakat ketika euforia politik yang sering terjadi era revormasi seringnya pesta demokrasi
digelar hanya menghasilkan wakil dan pemimpin rakyat tanpa menghasilkan
kesejahteraan bagi rakyat, oleh karenanya tumbuh pada masyarakat sikap apatis akan
pemilu. Pemilu adalah bagian dari demokrasi dan demikrasi adalah alat untuk
memporoleh kesejahteraan.
Pemilu tahun
2014 maksimalkan diusahakan agar gairah untuk ikut dalam pesta demokrasi dengan
memilih dapat meningkat. Dewasa atau
tidaknya demokrasi Indonesia tetap masih banyak masyarakat enggan untuk memilih
dan menggangap percuma memilih jika kehidupan yang lebih baik tidak bisa
didapatkan. Indonesia telah beberapa kali mengadakan pesta demokrasi atau pemilu
sepanjang pencapaian kemerdekaan. Tak bisa dipungkiri pengalaman panjang pemilu
telah didapat dan sebuah pembelajaran sudah seharusnya didapat dari setiap
pengadaan pemilu.
Pengalaman yang
panjang pesta demokrasi atau pemilu tak cukup untuk meningkatkan gairah publik
mengikuti pesta demokrasi yang berlangsung. Berbagai respon masyarakat akan
terselengaranya pemilu juga berangam baik positif atau pun negarif telah didapat.
Masyarakat sebagai bagian penting pemilu
tentunya merasakan dampak langsung dari pemilu sehingga memiliki respon
tersendiri terhadap pemilu yang terselengara, tetapi sayangnya respon yang
tentunya bersifat membangun itu tak dihiraukan pemerintah sebagai masukan untuk
menjalankan pemilu yang lebih baik.
Apatis
Memilih
Pemilu
adalah waktu dimana kita dapat memilih wakil atau pemimpin yang kita harapkan
menerima aspirasinya untuk mewujutkan kesejahteraan baginya. Antara pemilih dengan
yang dipilih seharusnya memiliki
pengetahuan tentang latar belakang wakil atau pemimpin yang mewakili,
memperjuangkan aspirasinya dan untuk menjalankan pemerintahan ketika telah
duduk disinggasana politiknya. Maka dari itu perlunya pendekatan dan pengenalan
calon wakil rakyat kepada masyarakat agar mereka mengenal siapa dan bagaimana
latar belakangnya, hingga pada hari pemilihan masyarakat dapat memilih pilihan
yang tepat baginya.
Kampanye
menjadi ajang memperkenalkan diri para calon wakil rakyat, segala cara baik
yang dikatakan haram maupun yang dikatakan halal dilakukan untuk menarik
perhatian masyarakat yang akan memilih sehingga dapat memilihnya ketika
pemilihan. Tak bisa dinafikan banyak dana yang dihabiskan olehnya untuk menarik
simpatik para pemilih untuk itu calon perlu modal besar untuk menjadi seorang
calon wakil rakyat.
Habis-habisan
dalam kampanye pemilu membuat mereka memutar otak agar modal kampanyenya dapat
kembali, pasalnya gaji sebagai wakil rakyak tak cukup untuk mengembalikan
modalnya yang habis-habisan ketika kampanye. Tak jarang ketika meraka menduduki
jabatan melakukan korupsi adalah satu caranya untuk mengembalikan modal
kampanyenya, buktinya banyak wakil rakyat menjadi tersangka korupsi.
Kenyamanan
singgasana wakil rakyat membuat lupa bahwasanya mereka adalah penyalur aspirasi
rakyat, apa yang dilakukan tak sama denggan apa yang dijanjikan ketika kampanye. Bertampang dan berbicara manis didepan
masyarakat agar memilihnya tetapi ketika menikmati kenyamanan singgasana wakil
rakyat seakan lupa bahwa mereka adalah wakil rakyat, tingkah lakunya yang tak
mencerminkan sebagai wakil rakyat. Tidur
ketika rapat atau sidang, absen menghadiri sidang-sidang, sombong, dan banyak
karakter yang tidak mencerminkan seorang wakil rakyat.
Akhirnya
menuai berbagai respon masyatakat terhadap produk pemilu yang menjanjikan
pemimpin idealnya. Dari kenyataan yang mampak dimasyarakat dan tidaknya menjadi pembelajaran tersendiri
baginya, pembelajar tersebut ada yang meningkatkan slektifitas dan sensitifitas
untuk memilih pemimpinnya serta ada yang apatis dan menggangap bahwa pemilu
akan sama saja dan menghasilkan pemimpin yang sama juga.
Meningkatkan pemahaman pemilih agar lebih selektif memilih
tentu akan percuma jika tidak memulai denggan memberikan pemahaman melalui pendidikan
politik. Tampak terlupakan ketika antara pemerintah dan partai politik tak lagi
memberikan pemahaman pentingnya demoktrasi dalam sistem pemerintahan.
Pemerintah dan partai politik sibuk mengurusi masing-masing diri sendiri untuk
menjalankan tugas pemerintahan dan bagaimana menyusun strategi pemenangan
pemilu bagi partai politik, dan hanya muncul pada saat-saat pemilu yang semakin
dekat.
Meningkatkan gairah partisipasi masyarakat untuk memilih butuh waktu yang panjang, masyarakat sebenarnya butuh bagaimana contoh wakil-wakil rakyat yang benar-benar dapat memperjuangkan aspirasinya sehingga masyarakat mengganggap penting wakilnya sangat penting untuk memperjuangkan aspirasinya. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bagaimana selektif memilih pemimpin melalui pendidikan politik oleh pemerintah dan partai politik serta sangat penting seharusnya pemerintah memperketat regulasinya untuk menyeleksi bakal calon wakil dan pemimpin rakyat. Intinya adalah pemerintah harus mendekorasi ulang sistem politik demokrasi Indonesia agar memaksimalkan partisipasi politik masyarakat.
Meningkatkan gairah partisipasi masyarakat untuk memilih butuh waktu yang panjang, masyarakat sebenarnya butuh bagaimana contoh wakil-wakil rakyat yang benar-benar dapat memperjuangkan aspirasinya sehingga masyarakat mengganggap penting wakilnya sangat penting untuk memperjuangkan aspirasinya. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bagaimana selektif memilih pemimpin melalui pendidikan politik oleh pemerintah dan partai politik serta sangat penting seharusnya pemerintah memperketat regulasinya untuk menyeleksi bakal calon wakil dan pemimpin rakyat. Intinya adalah pemerintah harus mendekorasi ulang sistem politik demokrasi Indonesia agar memaksimalkan partisipasi politik masyarakat.
Tulisan ini diselesaikan pada 25 Desember 2013
0 comments:
Post a Comment