Pages

Thursday 6 February 2014

SUBSIDI BBM DAN PEREKONOMIAN ( Opini Poros Mahasiswa)


Oleh:
Fazli Rachman
(Mahasiswa PPKn FIS UNIMED dan Pengurus HMI Koms. FIS UNMED)
            Sindo (Poros Mahasiswa), Ketika kenaikan BBM beberapa waktu lalu, menimbulkan multiefek terasa bagi perumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi  yang sebelumnya relatif stabil juga terancam dengan kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu disebabkan melambungnya minyak harga dunia yang diakibatkan gejolak politik Timur Tengah  dan pertumbuhan ekonomi dunia yang melemah.
            Setiap kali penaikan subsidi BBM selalu dibarengi dengan gejolak pertumbuhan ekonomi akibat shock kenaikan BBM. Hal ini karena kurangnya persiapan untuk mengantisipasi dalam jangka panjang kenaikan BBM baik secara mendadak maupun secara bertahap. Kesiapan menganggapi kemungkinan kenaikan BBM atau konsumsi BBM yang melunjak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat minim. Dikarenakan keterbatasan anggaran ditambah lagi pertumbuhan konsumsi BBM yang selalu meningkat kisaran 10 persen pertahun menambah beban  APBN untuk menutupi anggaran kenikan konsumsi BBM.
            Secara sederhana, ketika BBM naik maka harga kebutuhan akan naik. Kenaikan harga kebutuhan tentu akan menyebabkan menggurangnya daya beli masyarakat. Kenaikan harga kebutuhan tentu akan menambah biaya hidup keluarga untuk mencukupi kebutuhanya sehari-hari. Kejadian ini menyebabkan masyarakat miskin semakin miskin lagi. Bahkan efek dari keniakan BBM juga akan memicu inflasi terjadi.
            Keterbatasan anggaran dan kenaikan konsumsi BBM seringkali mengakibatkan defisit anggaran yang telah ditetapkan dalam APBN. Kondisi seperti semakin  memperihatinkan ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan. Mau tidak mau harus menambah anggaran untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi, tak jarang diantaranya ditutupi dengan hutang dengan negara lain.
             Anggaran untuk subsidi BBM untuk tahun 2011 saja adalah sekitar 211 Triliun Rupiah. Anggaran sebesar tersebut hanya diperuntukan untuk menutupi biaya subsidi BBM bagi rakyat.  Subsidi sebenarnya diperuntukan untuk masyarakat miskin. UU RI No. 30 tahun 2007 tentang Energi menegaskan pada Pasal 7 (2)  Pemerintah menyediakan untuk kelompok masyarakat tidak mampu.
            Namun kenyataan subsidi BBM dimanfaatkan oleh kelas menegah hingga kelas atas. Lebih dari 70 persen penguna subsidi BBM dinikmati oleh kalangan menegah keatas. Sepertinya Pemerintah harus membuat standarisasi miskin sehingga kelompok masyarakat tidak mampulah yang menikmati subsidi BBM.
            Menurut data SUSENAS BPS menunjukan bahwa 40 persen masyarakat menengah ke bawah hanya mendapatkan manfaat sebesar 13 persen dari subsidi BBM. Kolompok yang paling menikmati manfaat dari subsidi BBM adalah 40 persen masyarakat teratas di Indonesia dengan bagian sebesar kisaran 70 persen.
            Sudah jelas bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran. Banyak wacana untuk mencabut subsidi BBM karena dinilai tidak tepat sasaran. Mencabut subsidi BBM justru menambah beban masyarakat secara otomatis akan menambah biaya hidup masyarakat, khususnya kelompok masyarakat miskin.
Ini sesungguhnya merupakan wujud ketidakmampuan pemerintah untuk mengawal subsidi BBM hingga dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat miskin UU RI No. 30 tahun 2007. Untuk itu Pemerintah harus mengevaluasi kenerja pengawalan dan pemanfaatan subsidi BBM.
Dapat kita bayangkan 70 persen subsidi BBM yang digunakan oleh kalangan 40 persen masyarakat berpenghasilan tinggi digunakan untuk membangun infrastruktur, penguatan ekonomi dan pendidikan. Indonesia akan membangun fondasi perekonomian yang kuat.
Subsidi BBM yang tidak tepat sasaran tidak dapat dipandang sebelah mata. Besarnya jumlah BBM bersubsidi yang salah sasaran harus dilakukan kontrol sehingga biaya subsidi BBM dapat diperuntukkan untuk sekrot yang lebih bermanfaat dan multiefek serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.



           
           


0 comments:

Post a Comment