Oleh
FAZLI
RACHMAN
(Mahasiswa Jurusan PPKn Fakultas Ilmu Sosial dan Pengurus HMI Koms. FIS UNIMED)
Medan Bisnis, Sebagai negara berkembang Indonesia tentu sedang
giat-giatnya dalam pembangunan. Pembangunan yang terus terjadi seiring pertumbuhan
penduduk adalah sebuah kebutuhan manusia. Pembangunan tentunya membutuhkan
lahan yang mau tidak mau akan dikonvensi menjadi bangunan yang akan disesuaikan
dengan kebutuhan manusia.
Dengan
pesatnya pembangunan, tentunya banyak ruang terbuka hijau yang dikonvensi
menjadi lahan komersil. Hal ini mengakibatkan semakin sempitnya ruang terbuka hijau
akibat konvensi lahan mengutamakan nilai komersil tentunya akan mengancam
keberlangungan hidup manusia. Dampak dan resiko dari pembangunan yang tidak berwawasan
lingkungan akan berinteraksi dengan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan
hidup.
Perubahan
iklim akan berdampak pada curah hujan yang tidak menentu yang tentunya akibat
kerusakan lingkungan yang terus meningkat, salah satu dampaknya adalah banjir. Banjir
merupakan masalah tersendiri bagi Sumut, tercatat sebanyak 6 (enam)
Kabupaten/Kota yang dilanda banjir masing-masing adalah Tebing Tinggi, Serdang
Bedagai, Deli Serdang, Medan, Binjai, Langkat yang mengakibatkan ribuan rumah
tergenang dan masyarakatnya terpaksa mengungsi. Untuk itu sangat di perlukan masterplan
pembangunan yang berwawasan lingkungan
sehingga dampak dan resikonya.
Slogan “Hujan sedikit langsung banjir” memang
sudah menjadi kebiasaan masyarakat ketika seringnya terjadi hujan dengan
diikuti banjir. Memang itulah yang
dialami masyarakat yang akhir-akhir ini harus ikhlas ketika hujan mendatangkan
banjir. Tentu hujan yang datang hampir setiap hari menyebabkan masyarakat
khwatir akan ancaman banjir yang tentunya akan menambah keresahan masyarakat
tentunya.
Kedatangan hujan sudah
pasti tidak dapat dibendung karena hujan adalah anugrah dari Tuhan untuk
sekalian manusia, tapi tidak untuk masyarakat Sumut. Hujan pasti akan
mendatangkan banjir. Mungkin Tuhan ingin memberikan kenyataan bawah Pemerintah Daerah
tidak dapat menyediakan ruang resapan agar hujan tidak cepat berdampak banjir.
Terlepas dari kuasa Tuhan sudah jelas banjir adalah masalah yang familiar bagi
kita dan menuntut Pemerintahan daerah bertindak secara cepat untuk
menanggulangi banjir yang kian meresahkan masyarakat.
Tentu
harus ada upaya untuk penanggulangan banjir dan dampaknya. Banyak cara agar
banjir dapat terhindarkan bagitu pula dampaknya, tetapi harus ada action yang tepat bukan hanya sekedar
wacana belaka.
PENANGGULANGAN
BANJIR
Bukan isapan jempol belaka dampak yang dihasilkan banjir,
tetapi faktanya banjir terus menggenangi wilayah langganan banjir bahkan
jumlahnya bertambah jikalau penyebab utamanya bertambah pula. Tetapi hingga
kini wacana hanya sekedar “angin lewat” ketika tidak dibarengi dengan action secara kontinu.
Banjir sebenarnya disebabkan oleh tidak normalnya fungsi
dari Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS adalah aliran air yang mengalami sirklus
hidrologi secara ilmiah, oleh karena itu ketika tidak normalnya fungsi DAS
tentu akan mengakibatkan salah satunya banjir. Untuk itu perlu dilakukan
revitalisasi DAS sebagaimana fungsinya semula.
Sebenarnya pengelolahan DAS sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolahan
Daerah Aliran Sungai. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) sudah jelas bahwas Pemerintah
bertanggungjawab untuk mengoptimalkan DAS sebagaimana fungsi dasarnya. Pemerintah
berkawajiban melakukan pengelolahan DAS secara optimal, tatapi jika kita ukur
tingkat keberhasilan Pemerintah dalam pengelolahan DAS dengan dampak yang
ditimbulkan salah satunya banjir, Pemerintah telah gagal untuk mengelolah DAS
sebagaimana fungsinya, khususnya Pemerintah Daerah Sumatara Utara banjir terus
terjadi ketika hujan datang.
Banjir adalah peristiwa alam yang dapat ditanggulangi,
yaitu dengan menjalankan PP No. 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolahan Daerah
Aliran Sungai. Tetapi PP tersebut hanyalah sebagai bukti formal bahwasanya Pemerintah
peduli akan DAS dengan membuat dasar hukum yang mewajibkan pengelolaan DAS bagi
Pemerintah. Tetapi PP tersebut hanya sebatas peraturan tanpa tindak lanjut
secara nyata dari Pemerintah untuk menanggulangi banjir dengan pengelolahan DAS
dengan optimal.
Pengelolahan DAS oleh Pemerintah haruslah dikontrol dan didampingi
masyarakat untuk mendukung pengelolahan DAS secara utuh melalui perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pembinaan dan pengawasan. Pemerintah
juga harus melibatkan masyarakat yang nantinya akan merasakan secara langsung
dapat dari pengelolahan DAS baik positif dan negatifnya.
Pemerintah harus bekerja secara proaktif dalam
penanggulangan banjir, jika tidak mau mengalami kerugian, dan masyarakat tentunya
harus melibatkan diri mengawal Pemerintah untuk menjaga lingkungan hidup
sebagaimana mestinya. Sehingga ketika hujan datang aliran air yang mengalami
sirkulasi hidrologi secara ilmiah dapat berjalan sebagaimana mestinya dengan
harapan ketika hujan datang tidak akan terjadi banjir.
0 comments:
Post a Comment