Thursday 20 February 2014
Menjelang Pemilu: Anggota Dewan Absen
Oleh : Fazli Rachman
(Mahasiswa Jurusan PPKn UNIMED dan Dept. Data Anggota HMI Koms. FIS UNIMED)
Analisadaily, Musim kampanye seperti sekarang, ada suasana yang berbeda jika kita dengan jeli melihatnya. Secara umum dapat kita rasakan suasana politik semakin semakin panas. Karena banyak yang “katanya” calon wakil rakyat/calon legislatif (Caleg) akan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Banyak dari calon legislatif “cuci muka” agar kelihatan lebih segar dihadapan masyarakat di daerah pemilihannya (Konstituen). Sehingga berbagai upaya pun dilakukan.
Hal yang tidak jarang juga kita lihat kecuali musim kampanye seperti sekarang, banyak sekali sepanduk, baliho, dan sejenisnya terpajang ditempat-tempat yang dianggap strategis untuk dilihat. Tidak jarang juga kita temukan banyak calon legislatif terjun langsung kelapangan untuk sekedar menyapa Konstituen-nya. Tidak bisa kita pungkiri juga kegiatan-kegiatan seperti inilah banyak kita temukan pada musim kampaye saja.
Upaya-upaya yang dilakukan seperti pemasangan papan iklan dan terjun langsung ke masyarakat pun dilakukan. Dalam rangka kegiatan kampaye dan upaya pemenangan calon wakil rakyat pada pemilu nantinya. Seperti sudah menjadi kebiasaan calon legislatif hanya muncul disaat menjelang pemilu saja, oleh karenanya saat menjelang pemilu membutuhkan waktu cukup banyak untuk lebih berinteraksi dengan Konstituen. Begitu juga anggota dewan dan mencalonkan kembali untuk menjadi wakil rakyat periode selanjutnya (Incumbent).
Tugas Terabaikan
Masih banyak anggota dewan yang mencalonkan kembali untuk periode selanjutnya (Incumbent). Tentu mereka akan melakukan hal yang hampir sama dengan calon legislatif lainnya. Bahwa menjelang pemilu intensitas berkampanye dan mensosialisasikan diri kepada Konstituen semakin tinggi. Tentunya untuk kegiatan berkampanye para calon legislatif Incumbent harus menyediakan waktunya utuk kegiatan tersebut. Karena pada saat menjelang pemilu dianggap waktu yang sangat tepat untuk berkampanye.
Sebenarnya tidak menjadi masalah ketika calon legislatif incumbent meluangkan waktunya untuk kampanye. Asalkan pada hari-hari tertentu (misalnya hari libur) yang tidak menganggu tugas sebagai anggota dewan. Bukan dengan memilih alternatif absen tugas demi kegiatan kampanye. Jika seperti ini sebenarnya mana yang lebih penting tugas sebagai anggota dewan atau kegiatan kampanye?.
Sebagai contoh; DPR RI, masih banyak tugas-tugas yang harus mereka kerjakan dan diselesaikan sebelum mengakhiri masa jabatan pada 1 Oktober 2014 nantinya. Sesuai fungsinya dibidang legislatif, tetapi sepenjang tahun ini (2014) rancangan Undang-Undang (RUU) yang disahkan menjadi Undang-Undang (UU) masih terhitung satu UU saja yaitu RUU tentang perdangangan yang disahkan dalam rapat paripurna selasa (11/2), dijakarta. Padalah target yang harus diselesaikan pada tahun ini adalah sebanyak 66 RUU yang diprioritaskan (Kompas,13/2/2014).
Menangapi hal tersebut Wakil Ketua DPR Pramono Agung Wibowo mengakui bahwa jika menjelang pemilu semakin banyak anggota DPR yang Absen. Sangat disayangkan seorang wakil rakyat di DPR RI meninggalkan tugas dan kewajibanya untuk terjun kepada rakyat kawasan daerah pemilihanya untuk berkampanye.
Meski masih banyak tugas yang harus diselesaikan sebagai anggota dewan, masih banyak anggota DPR RI yang tidak masuk/absen tugas. Banyak rapat-rapat yang dibatalkan karena rapat tidak kuorum dan banyak juga rapat yang molor. Sangat miris kita melihat wakil kita di kursi dewan sana.
Sebagai seorang wakil rakyat di DPR haruskah meninggalkan tugasnya sebagai anggota DPR untuk kegiatan yang tidak terlalu penting. Padahal tidak perlu seorang anggota DPR mengkampanyekan dirinya lagi jika memang ketika beliau menjadi anggota dewan yang menjalakan tugas dan fungsinya. Selalu membangun komunikasi dengaan masyarakat atau terjun langsung kepada masyarakat untuk menampung aspirasi masyarakat ketika menjadi anggota DPR.
Tetapi yang terjadi sebaliknya, setiap menjelang pemilu seluruh calon anggota legislatif muncul kepermukaan dari yang tidak pernah kelihatan. Memberikan janji surga agar masyarakat terhanyut dalam bualan semata. Hanya pada saat menjelang pemilu mereka mencari perhatian kepada masyarakat setelah terpilih mereka hilang bagaikan ditelan bumi. Beginilah kehidupan demokrasi kita yang masih terbilang muda.
Penutup
Tidak terbayangkan dibenak penulis, ketika anggota dewan absen tidak menjalankan tugasnya karena kegiatan kampanye. Mungkin sudah waktunya anggota dewan diwajib melaporkan kegiatanya secara tertulis kepada rakyat selama setahun penuh. Atau sudah waktunya rakyat diberikan hak kepada rakyat untuk mencabut wakilnya (anggota dewan) ketika para wakil rakyat dianggap tidak menjalankan fungsi dan tugasnya.
Sangat miris kita memiliki wakil-wakil yang tidak menjalankan fungsi dan tugasnya sebagaimana mestinya. Sudah saatnya yang memberikan punishment bagi anggota DPR yang bolos atau absen dalam menjalankan tugas dan fungsinya tanpa alasan yang sangat urgen. Dalam rangka untuk mewujutkan pembangunan nasional sudah seharusnya memberikan sedikit stimulus agas menyehatkan tubuh anggota DPR sehingga fungsi-fungsi mereka dapat berjalan dengan baik.
Kemudian sudah seharusnya masyarakat jeli memilih wakil yang nantinya akan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Mari kita sama-sama mengawal proses pemilu hingga selesai. Jangan sekali-kali kita menerima uang dengan syarat harus memilih calon (membeli suara), karena jika terjadi akan melahirkan bibit-bibit koruptor yang baru jika duduk menjadi anggota dewan nantinya.
Jika proses menuju pemilu nantinya benar dan sesuai dengan apa yang kita harapkan bersama, bukan tidak mungkin pemilu nanti akan melahirkan wakil-wakil rakyat yang akan memperjuangkan kepentingan rakyat nantinya. Semoga saja.
Friday 7 February 2014
Senyum Tulus Seorang Insan
Keterangan Foto: Fazli Rachman (Mahasiswa Jurusan PPKn FIS UNIMED dan Dept. Data Anggota HMI Koms. FIS UNIMED)
Thursday 6 February 2014
INKONSISTENSI PEMERINTAH (Opini, Poros Mahasiswa)
Oleh
FAZLI RACHMAN
FAZLI RACHMAN
(Mahasiswa
Jurusan PPKn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, Pengurus Senat
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Aktivis HMI)
Sindo (Poros Mahasiswa), Isu kenaikian harga BBM (Bahan Bakar Minyak) menjadi isu hangat di
berbagai media akhir ini. Beberapa hari lalu Pemerintah sempat mengumandangkan pemberlakuan dua atau dual
price yakni kendaraan transportasi umum, kendaraan pengangkut
barang kebutuhan masyarakat, dan kendaran roda dua tetap menikmati harga BBM
bersubdisi 4500 rupiah/ liter. Sedangkan mobil pribadi harus membayar 6500
rupiah/ liternya.
Pemberlakuan dua harga BBM sudah dipastikan Pemerintah naik
Mei ini. Baru-baru ini Pemerintah cenderung memilih menaikan harga dengan pemberlakuan
satu harga BBM, artinya Pemerintah akan tetap menaikan harga BBM secara
keseluruhan dan tidak jadi mengunakan sistem dua harga.
Rencana pemberlakuan harga BBM dari dua harga menjadi satu
adalah wujut tidak konsistennya Pemerintah menangapi permasalah yang sangat
urgen seperti ini. Pasalanya subsidi BBM sangat memeberatkan APBN ditambah lagi
pengunaan BBM yang terus naik tiap tahunya dinilai sebagai masalah yang sangat
urgan saat ini. Tidak kosistennya Pemerintan bukan kali ini saja, dalam
beberapa tahun belakangan Pemerintah sepertinya ragu-ragu dalam mengeksekusi
kebijakan yang sudah direncanakan misalnya rencana menaiakan harga BBM, rencana
pembatasan dan pengendalian BBM yang hanya menjadi wacana hingga konversi BBM
ke-BBG yang tidak tahu kabarnya hingga sekarang.
Lagi-lagi kejadian yang sama akan terulang kembali apabila Pemerintah
tidak konsisten memilih memberlakukan harga BBM dengan satu harga yang
semulanya direncanakan mengunakan sistem dua harga. Setidaknya Pemerintah harus
berfikir dua kali untuk mengambil kebijakan menaikan harga BBM dengan satu
harga. Kebijakan tersebut akan berdampak luas apabila Pemerintah tetap menaikan
harga BBM dengan satu harga. Kenaikan harga BBM akan berdampak luas terutama kebutuhan
pokok, kenaikan harga BBM akan mendongkrak harga kebutuhan dan kemudian akan
berakar naiknya harga-harga kebutuhan lainya.
Kalaupun memang harus menaikan harga BBM harus ada solusi
lain sebagai penopang dampak dari naiknya harga BBM kali ini seperti subsidi
kesehatan, subsidi sembako (menurunkan harga sembako agar tetap stabil),
meningkatkan lapangan kerja, gratiskan biaya pendidikan, pengembangan energi
alternatif seharusnya ditinggkatkan
untuk menopang dampak dari kenaikan harga BBM .
Kebijakan terkait subsidi BBM sudah seharusnya matang, dan
tidak seharunya mentah kembali bila kebijakan tersebut dianggap tidak
memberatkan rakyat miskin. Pemerintah sebagai wakil rakya sudah seharusnya
bekerja ekstra untuk menjawab masalah tersebut yang menjadi masalah
turun-temurun setiap tahunnya. Pemerintah juga harus mengambil kebijakan yang
tepat tidak memberatkan rakyat miskin oleh karenanya Pemerintah harus berfikir
matang terkait harga BBM.
Diakhir cerita, Pemerintah harus tegas dalam menyikapi dan
mengambil keputusan terhadap masalah-masalah yang urgen, tidak bertele-tele,
konsisten dengan memperhatikan dampak atas kebijakan yang diambil dengan
mepertimbangkan kepentingan rakyat serta yang terpenting adalah kebijakan yang
sudah diambil seharusnya dilaksanakan
dengan baik dan jujur.
SUBSIDI BBM DAN PEREKONOMIAN ( Opini Poros Mahasiswa)
Oleh:
Fazli
Rachman
(Mahasiswa PPKn FIS UNIMED dan
Pengurus HMI Koms. FIS UNMED)
Sindo (Poros Mahasiswa), Ketika
kenaikan BBM beberapa waktu lalu, menimbulkan multiefek terasa bagi perumbuhan
ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi
yang sebelumnya relatif stabil juga terancam dengan kenaikan harga BBM.
Kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu disebabkan melambungnya minyak harga
dunia yang diakibatkan gejolak politik Timur Tengah dan pertumbuhan ekonomi dunia yang melemah.
Setiap
kali penaikan subsidi BBM selalu dibarengi dengan gejolak pertumbuhan ekonomi
akibat shock kenaikan BBM. Hal ini karena kurangnya persiapan untuk
mengantisipasi dalam jangka panjang kenaikan BBM baik secara mendadak maupun
secara bertahap. Kesiapan menganggapi kemungkinan kenaikan BBM atau konsumsi
BBM yang melunjak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat
minim. Dikarenakan keterbatasan anggaran ditambah lagi pertumbuhan konsumsi BBM
yang selalu meningkat kisaran 10 persen pertahun menambah beban APBN untuk menutupi anggaran kenikan konsumsi
BBM.
Secara
sederhana, ketika BBM naik maka harga kebutuhan akan naik. Kenaikan harga
kebutuhan tentu akan menyebabkan menggurangnya daya beli masyarakat. Kenaikan
harga kebutuhan tentu akan menambah biaya hidup keluarga untuk mencukupi
kebutuhanya sehari-hari. Kejadian ini menyebabkan masyarakat miskin semakin
miskin lagi. Bahkan efek dari keniakan BBM juga akan memicu inflasi terjadi.
Keterbatasan
anggaran dan kenaikan konsumsi BBM seringkali mengakibatkan defisit anggaran
yang telah ditetapkan dalam APBN. Kondisi seperti semakin memperihatinkan ketika harga minyak dunia
mengalami kenaikan. Mau tidak mau harus menambah anggaran untuk menutupi
defisit anggaran yang terjadi, tak jarang diantaranya ditutupi dengan hutang
dengan negara lain.
Anggaran untuk subsidi BBM untuk tahun 2011
saja adalah sekitar 211 Triliun Rupiah. Anggaran sebesar tersebut hanya
diperuntukan untuk menutupi biaya subsidi BBM bagi rakyat. Subsidi sebenarnya diperuntukan untuk
masyarakat miskin. UU RI No. 30 tahun 2007 tentang Energi menegaskan pada Pasal
7 (2) Pemerintah menyediakan untuk
kelompok masyarakat tidak mampu.
Namun
kenyataan subsidi BBM dimanfaatkan oleh kelas menegah hingga kelas atas. Lebih
dari 70 persen penguna subsidi BBM dinikmati oleh kalangan menegah keatas.
Sepertinya Pemerintah harus membuat standarisasi miskin sehingga kelompok
masyarakat tidak mampulah yang menikmati subsidi BBM.
Menurut data SUSENAS BPS
menunjukan bahwa 40 persen masyarakat menengah ke bawah hanya mendapatkan
manfaat sebesar 13 persen dari subsidi BBM. Kolompok yang paling menikmati manfaat
dari subsidi BBM adalah 40 persen masyarakat teratas di Indonesia dengan bagian
sebesar kisaran 70 persen.
Sudah
jelas bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran. Banyak wacana untuk mencabut
subsidi BBM karena dinilai tidak tepat sasaran. Mencabut subsidi BBM justru
menambah beban masyarakat secara otomatis akan menambah biaya hidup masyarakat,
khususnya kelompok masyarakat miskin.
Ini sesungguhnya merupakan wujud ketidakmampuan
pemerintah untuk mengawal subsidi BBM hingga dapat dinikmati oleh kelompok
masyarakat miskin UU RI
No. 30 tahun 2007. Untuk itu Pemerintah harus mengevaluasi kenerja pengawalan
dan pemanfaatan subsidi BBM.
Dapat kita bayangkan 70 persen subsidi BBM yang
digunakan oleh kalangan 40 persen masyarakat berpenghasilan tinggi digunakan
untuk membangun infrastruktur, penguatan ekonomi dan pendidikan. Indonesia akan
membangun fondasi perekonomian yang kuat.
Subsidi BBM yang tidak tepat sasaran
tidak dapat dipandang sebelah mata. Besarnya jumlah BBM bersubsidi yang salah
sasaran harus dilakukan kontrol sehingga biaya subsidi BBM dapat diperuntukkan
untuk sekrot yang lebih bermanfaat dan multiefek serta meningkatkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
NORMALISASI DAS SOLUSI BANJIR (Medan Bisnis)
Oleh
FAZLI
RACHMAN
(Mahasiswa Jurusan PPKn Fakultas Ilmu Sosial dan Pengurus HMI Koms. FIS UNIMED)
Medan Bisnis, Sebagai negara berkembang Indonesia tentu sedang
giat-giatnya dalam pembangunan. Pembangunan yang terus terjadi seiring pertumbuhan
penduduk adalah sebuah kebutuhan manusia. Pembangunan tentunya membutuhkan
lahan yang mau tidak mau akan dikonvensi menjadi bangunan yang akan disesuaikan
dengan kebutuhan manusia.
Dengan
pesatnya pembangunan, tentunya banyak ruang terbuka hijau yang dikonvensi
menjadi lahan komersil. Hal ini mengakibatkan semakin sempitnya ruang terbuka hijau
akibat konvensi lahan mengutamakan nilai komersil tentunya akan mengancam
keberlangungan hidup manusia. Dampak dan resiko dari pembangunan yang tidak berwawasan
lingkungan akan berinteraksi dengan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan
hidup.
Perubahan
iklim akan berdampak pada curah hujan yang tidak menentu yang tentunya akibat
kerusakan lingkungan yang terus meningkat, salah satu dampaknya adalah banjir. Banjir
merupakan masalah tersendiri bagi Sumut, tercatat sebanyak 6 (enam)
Kabupaten/Kota yang dilanda banjir masing-masing adalah Tebing Tinggi, Serdang
Bedagai, Deli Serdang, Medan, Binjai, Langkat yang mengakibatkan ribuan rumah
tergenang dan masyarakatnya terpaksa mengungsi. Untuk itu sangat di perlukan masterplan
pembangunan yang berwawasan lingkungan
sehingga dampak dan resikonya.
Slogan “Hujan sedikit langsung banjir” memang
sudah menjadi kebiasaan masyarakat ketika seringnya terjadi hujan dengan
diikuti banjir. Memang itulah yang
dialami masyarakat yang akhir-akhir ini harus ikhlas ketika hujan mendatangkan
banjir. Tentu hujan yang datang hampir setiap hari menyebabkan masyarakat
khwatir akan ancaman banjir yang tentunya akan menambah keresahan masyarakat
tentunya.
Kedatangan hujan sudah
pasti tidak dapat dibendung karena hujan adalah anugrah dari Tuhan untuk
sekalian manusia, tapi tidak untuk masyarakat Sumut. Hujan pasti akan
mendatangkan banjir. Mungkin Tuhan ingin memberikan kenyataan bawah Pemerintah Daerah
tidak dapat menyediakan ruang resapan agar hujan tidak cepat berdampak banjir.
Terlepas dari kuasa Tuhan sudah jelas banjir adalah masalah yang familiar bagi
kita dan menuntut Pemerintahan daerah bertindak secara cepat untuk
menanggulangi banjir yang kian meresahkan masyarakat.
Tentu
harus ada upaya untuk penanggulangan banjir dan dampaknya. Banyak cara agar
banjir dapat terhindarkan bagitu pula dampaknya, tetapi harus ada action yang tepat bukan hanya sekedar
wacana belaka.
PENANGGULANGAN
BANJIR
Bukan isapan jempol belaka dampak yang dihasilkan banjir,
tetapi faktanya banjir terus menggenangi wilayah langganan banjir bahkan
jumlahnya bertambah jikalau penyebab utamanya bertambah pula. Tetapi hingga
kini wacana hanya sekedar “angin lewat” ketika tidak dibarengi dengan action secara kontinu.
Banjir sebenarnya disebabkan oleh tidak normalnya fungsi
dari Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS adalah aliran air yang mengalami sirklus
hidrologi secara ilmiah, oleh karena itu ketika tidak normalnya fungsi DAS
tentu akan mengakibatkan salah satunya banjir. Untuk itu perlu dilakukan
revitalisasi DAS sebagaimana fungsinya semula.
Sebenarnya pengelolahan DAS sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolahan
Daerah Aliran Sungai. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) sudah jelas bahwas Pemerintah
bertanggungjawab untuk mengoptimalkan DAS sebagaimana fungsi dasarnya. Pemerintah
berkawajiban melakukan pengelolahan DAS secara optimal, tatapi jika kita ukur
tingkat keberhasilan Pemerintah dalam pengelolahan DAS dengan dampak yang
ditimbulkan salah satunya banjir, Pemerintah telah gagal untuk mengelolah DAS
sebagaimana fungsinya, khususnya Pemerintah Daerah Sumatara Utara banjir terus
terjadi ketika hujan datang.
Banjir adalah peristiwa alam yang dapat ditanggulangi,
yaitu dengan menjalankan PP No. 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolahan Daerah
Aliran Sungai. Tetapi PP tersebut hanyalah sebagai bukti formal bahwasanya Pemerintah
peduli akan DAS dengan membuat dasar hukum yang mewajibkan pengelolaan DAS bagi
Pemerintah. Tetapi PP tersebut hanya sebatas peraturan tanpa tindak lanjut
secara nyata dari Pemerintah untuk menanggulangi banjir dengan pengelolahan DAS
dengan optimal.
Pengelolahan DAS oleh Pemerintah haruslah dikontrol dan didampingi
masyarakat untuk mendukung pengelolahan DAS secara utuh melalui perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pembinaan dan pengawasan. Pemerintah
juga harus melibatkan masyarakat yang nantinya akan merasakan secara langsung
dapat dari pengelolahan DAS baik positif dan negatifnya.
Pemerintah harus bekerja secara proaktif dalam
penanggulangan banjir, jika tidak mau mengalami kerugian, dan masyarakat tentunya
harus melibatkan diri mengawal Pemerintah untuk menjaga lingkungan hidup
sebagaimana mestinya. Sehingga ketika hujan datang aliran air yang mengalami
sirkulasi hidrologi secara ilmiah dapat berjalan sebagaimana mestinya dengan
harapan ketika hujan datang tidak akan terjadi banjir.
Pemerintah Provinsi Baru dan Masyarakat Harus Bersinergi (Medan Bisnis)
Oleh:
FAZLI RACHMAN
(Mahasiswa Jurusan PPKn FIS UNIMED
dan Pengurus HMI Komisariat FIS UNIMED)
Medan Bisnis, Pembentukan Provinsi baru adalah salah satu bentuk dari
otonomi daerah. Otonomi daerah dimaksudkan agar
daerah lebih mampu untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri secara
mandiri. Sejak orde Revormasi tuntuan untuk melakukan desentralisasi dan
dekonsentrasi Pemerintahan adalah sebuah wujud kurangnya kepercayaan masyarakat
terhadap kemampuan Pemerintah untuk mengelolah daerah-daerah sesuai dengan
potensi yang dimilikinya.
Sejak
orde Baru kecemburuan beberapa daerah akan intensitas pembanguaanan daerah yang
berbeda akibat sentalisasi Pemerintahan menuntut akan adanya otonomi daerah.
Sejatinya otonomi daerah bertujuan agar daerah lebih mandiri untuk mengurus dan
mengatur daerahnya sendiri dengan harapan agar terciptanya kehidupan lebih baik
yang selama ini dirasakan kurang.
Dengan
otonomi daerah diharapkan masyarakat daerah otonom dapat lebih sejahtera,
begitu juga harapan dengan terbentuknya Provinsi Tapanuli dan Nias. Seluruh penduduk Prov. Tapanuli dan Penduduk Prov.
Nias yang masing-masing akan segera dibentuk telah mangantungkan harapanya kepada
Pemerintah Provinsi baru mereka agar terwujudnya kesejahteraan serta keadilan
tanpa diskriminasi yang selama ini mereka rasakan.
Tentunya pembentukan daerah
otonom Provinsi Tapanuli dan Nias sebagai solusi untuk mengejar ketertinggalan
pembangunan dengan daerah lain yang sudah mapan dahulu, tetapi apakah mampu
dengan segala ketarbatasan pada daerah dapat disulap menjadi daerah yang
terdepan di Indonesia. Sudah wajar jika sekarang kita lihat dengan keterbatasan
sumber daya dan tidak adanya perusahaan industri yang dapat mendayagunakan
masyarakat selama ini menyebabkan banyak dari mereka yang merantau untuk
mencari kehidupan yang lebih mapan.
Mewujutkan daerah otonom
yang mampu mengejar ketertinggalan pembangunan dengan daerah lain bukan hal
mudah, harus memilki modal dasar pembangunan daerah melalui kajian tentang
kesiapan tentang kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya dan politik,
kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat
kesejahteraan masyarakat dan rentang kendali penyelenggaraan Pemerintahan
daerah yang baik untuk dikelola sehingga tidak menjadi daerah yang dipaksakan
untuk menjadi daerah otonom sehingga menjadi Provinsi gagal produk.
HARAPAN
BARU UNTUK TAPANULI DAN NIAS
Pembentukan Provinsi
baru yaitu Tapanuli dan Nias menjawab harapan masyarakatnya, apalagi RUU
Pembentukan Provinsi Tapanuli dan Nias telah disetujui DPR. Tidak lama lagi
daerah tersebut memegang kewajiban sebagai daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan aspirasi
masyarakat dengan meningkatkan daya guna dan menghasil guna dalam rangka
pelayanan masyarakat sehingga terwujudnya tujuan yang diamatkan Peraturan
Perundang-Undangan khususnya UUD NRI 1945 Alinea Ke-4.
Demi mengejar
ketertingalan pembangunan dengan daerah lain, pembangunan adalah sebuah wujut
awal untuk mengingkatkan perekonomian daerah, sehingga menjadi daerah dapat
secara mandiri mengelolah dan meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya
yang ada di daerah. Dengan peningkatan perekonomian akan menambah pendapatan
daerah sehingga dapat membangun sektor-sektor dengan mengutamakan multiplier effect positif bagi daerah. Harapan untuk mewujudkan kehidupan
lebih baik di daerahnya adalah sebuah wujut pembentukan daerah dengan mementingkan
kepentingan masyarakatnya.
Keterbatasan anggaran
daerah otonom baru untuk membangun daerahnya, tentu perlu politik anggaran baik
dengan pemanfaatan sumber daya lokal dari Pemerintah daerah menjadi sebuah
keharusan. Tentunya pemanfaatan sumber daya daerah sebagai modal awal
pembangunan sudah harus menjadi perhatian. Mengingat pemanfaatan sumber daya
lokal dapat membantu mengurangi cost
yang dibutuhkan untuk pembangunan serta akan terwujud simbiosis mutualisme
antara masyarakat dengan Pemerintah. Semuanya adalah untuk kehidupan masyarakat
lebih baik.
SEMOGA
TIDAK TERJADI
Otonomi daerah yang hingga kini digunakan Indonesia
sejak dibentuknya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah usianya
sudah 14 tahun. Apresiasi otonomi daerah kini menjadi harapan baru setiap
daerah untuk mengembangkan daerahnya, tapi selama 14 tahun perubahan yang
diharapkan belum juga tercapai sepenuhnya. Benar atau tidak otonomi daerah
melahirkan raja-raja kecil baru yang hanya mementingkan golongannya sendiri.
Pelaksanaan
otonomi daerah selama ini ternyata belum dewasa, justru munculnya masalah dan
persoalan-persoalan baru. Otonomi daerah nyatanya melahirkan raja-raja kecil
baru, bahkan pembangunan yang diharapkan untuk kepentingan masyarakat justru
mengembangbiakan generasi korupsi, akibat cita-cita otonomi daerah menjadi
sebuah angin lalu.
Dampaknya
masyarakat merasa antipati terhadap Pemerintah daerahnya sendiri. Masyarakat
semakin pesimis atas terwujudnya kehidupan yang lebih baik, pelayanan yang
semakin baik, pengembangan kehidupan demokratis, keadilan, pemerataan,
pemberdayaan masyarakat dan kehidupan yang lebih baik.
Maka
untuk itu perlu sinergitas antara Pemerintah dan masyarakat untuk sama-sama membangun
daerahnya. Masyarakat tidak perlu takut untuk menjadi kontrol politik
pemerintah, dan berani menyuarakan aspirasinya dan transparansi melalui upaya soft (intlektualitas) dan hard
(aksi/demonstrasi), sehingga Pemerintah daerah bekerja sesuai dengan tugas dan
wewenangnya. Sebab mustahil terwujudnya Pemerintahan yang baik tanpa sinergitas
antara Pemerintah dan masyarakat, dan bukan tidak mungkin hal-hal yang tidak
diharapkan seperti yang telah dijabarkan terjadi.
JALAN KAMI GELAP PEMERINTAH di MANA? (Opini Analisa)
Oleh
FAZLI
RACHMAN
(Mahasiswa Jurusan PPKn FIS UNIMED, dan Pengurus HMI Koms. FIS UNIMED)
Analisa, Penerangan
adalah kebutuhan, terlebih lagi diera modern sekarang. Membicarakan penerangan
tentunya akan membutuhkan waktu yang lama, karena penerangan memiliki urgensi
tersendiri jika dilihat dari berbagai sudut pandang keilmuan
masing-masing. Tetapi kebutuhan akan
penerangan menempati posisi tersendiri sehingga perlu dikaji secara seksama
sehingga tampaklah kebutuhan atas penerangan sangat penting diera modern dewasa
ini.
Kebutuhan
atas penerangan semakin terang dengan meningkatnya aktivitas dunia malam yang
memang terjadi ketika modernisasi terjadi di berbagai daerah, oleh karenanya
perlu dilakukan pengimbangan kebutuhan penerangan dengan menyediakan sarana
penerangan yang dibutuhkan.
Perlu diketahui kebutuhan atas
penerangan berbeda dengan kebutuhan atas listrik. Kebutuhan atas listrik adalah
kebutuhan tersedianya listrik yang nantinya akan digunakan untuk mengaktifkan
alat-alat elektronik sehingga memudahkan manusia untuk melakukan sesuatu,
sedangkan kebutuhan atas listrik adalah kebutuhan pencahayaan di kegelapan agar
manusia dapat melihat suatu objek untuk dan mempermudah melakukan aktivitasnya
pada saat malam hari atau pada kondisi gelap. Walaupun memang tidak bisa
dipungkiri penerangan tentu memerlukan listrik, tanpa listrik mustahil terpenuhinya
kebutuhan atas penerangan.
Penerangan
Jalan Wajib
Penerangan jalan merupakan bagian yang tak akan terpisahkan modernisasi.
Tujuanya adalah untuk memudahkan kita untu melakukan aktivitas malam hari pada
saat berkendara sehingga dapat melihat dan menjaga kualitas pandangan saat
berkendaran atau berjalan kaki. Fungsinya untuk menjaga keselamatan dan
kenyamanan serta meningkatkan keamanan, mencegah dan mengurangi kriminalisasi
bahkan menambah indahan daerah atau lingkungan.
Sudah
jelas fungsi dan tujuan penerangan jalan sangat penting sehingga menjadi
penerangan jalan menjadi kebutuhan tersendiri bagi masyarakat. Atas kebutuhan
itulah pemerintah melakukan upaya untuk menerangi kegelapan pada sentral aktivitas
masyatakat melalui upaya mewujutkan
penerangan pada daerah-daerahnya.
Untuk
itu setiap penguna listrik yang dihasilkan sendiri dan sumber lain dikenakan Wajib
Pajak Penerangan Jalan, yang panajaknya ditambahkan dengan harga tagihan
listrik perbulannya. Hasil tagihan Pajak Penerangan Jalan dikumpulkan oleh Pemerintah
kabupaten/kota dan sebagianya akan dialokasikan untuk membangun dan memelihara
lampu penerang jalan. Oleh karena itu masyarakat berhak untuk mendapatkan
fasilitas penerangan jalan.
Pemerintah
kabupaten/kota melalui dinas terkaitnya berkawajiban memberikan fasilitas penerangan
jalan kepada masyarakat. Sensitifitas dalam pembangunan dan pemerliharaan fasilitas
penerangan jalan oleh pemerintah kabupaten/kota seharusnya ditingkatkan jika
melihat modernisasi daerahnya yang tentunya berdampak meningkatnya aktivitas
masyarakat dimalam hari tentunya harus disadari. Mewujudkan penerangan dengan
upaya dan usaha secara optimal tentunya pemerintah daerah sebagai pewujud dan pengelolah
penerangan jalan harus dilakukan secara konsisten dan kontinu dengan merawatan
fasilitas penerangan jalan baik memotong pohon yang menghalangi cahaya lampu,
memperbaiki kelistrikan serta menganti lampu yang sudah mati.
Kurangnya
penerangan tantunya akan berdampak pada terhambatnya aktivitas masyarakat serta
dapat menahan aktivitas karena engan dan takut untuk beraktivitas pada malam hari akibat kegelapan, sudah tentu
penerangan adalah kebutuhan wajib.
Ironi
Kebutuhan atas ketersediaan penerangan tampaknya masyarakat
harus menunggu lama, pasalnya Pemerintah kabupaten/kota seakan menutup telinga
dan matanya atas persoalan ini. Hanya sebagian daerah yang memang memiliki penerangan
yang menikmati ketersedian penerangan tetapi sebagian daerah lain harus ikhlas beraktivitas
dikegelapan ketika malam hari karena
minim penerangan.
Permasalahanya
bermacam dimulai dengan tidak adanya fasilitas penerangan sampai dengan masalah
kelistrikan lampu jalan yang minim perawatan sehingga benar-benar gelap gulita
pada malam hari. Jika ditelusuri jalan-jalan di Sumatra Utara khusunya pada
daerah-daerah yang jauh dari kota Medan memang sering kita temui kegelapan
dikarenakan minimnya fasilitas penerangan. Jika kita perhatikan dengan seksama
daerah-daerah yang jalannya minim penerangan pasti aktivitas masyarakatnya pada malam hari sangat sedikit.
Jika dikaji segi pariwisata penerangan
jalan sangat penting untuk meningkataan pengunjung pada objek wisata Sumatara
Utara. Penerangan jalan menuju ke daerah-daerah yang memiliki potensi wisata
yang indah justru minim penerangan contohnya akses dari medan ke daerah pariwisata seperti danau
toba, ke Bukit Lawang/Bahorok (kab. Langkat), ke Tangkahan (kab. Langkat), ke Berastagi
(kab. Karo), ke Sibolga, ke Dolok Tinggi Raja (kab. Asahan) dan masih banyak lagi, semuanya tidak memiliki
penerangan yang layak ketika malam hari pada daerah tertentu. Bagaimana daerah
wisata yang sangat berpotensi seperti ini banyak pengunungnya akses ke daerah
tersebut saja sudah “seram” karna minim penerangan, tentunya masyarakat yang
harus menempuh waktu malam engan untuk pergi ke objek wisata tersebut, dan
lebih memilih untuk mencari daerah lain
atau lebih memilih belanja ke mall atau objek wisata buatan lainya.
Realita kronis yang dialami masyarakat
yang daerahnya memiliki potensi luar biasa hanya pada masalah penerangan
impinan mereka untuk kebidupan lebih baik hanya menjadi angan-angan. Padahal kebutuhan
penerangan daerah untuk mempercepat mondernisasi tentunya penerangan sangat
dibutuhkan. Pemerintah kebupaten/kota tidak sensitif dengan kebutuhan ini,
sehingga wajar saja jika tingginya kecelakaan dan banyaknya tindak kriminial
pada daerah-daerah sepi dan gelap mengakibatkan berkurangnya aktivitas masyarakat di daerah, ke daerah, dan dari
daerah tersebut sehingga pada malam hari menjadi daerah mati.
MENGKAMPANYEKAN BAHAYA AIDS (Opini Analisa)
Oleh:
Fazli Rachman
(Mahasiswa PPKn FIS UNIMED dan
Pengurus HMI Koms. FIS UNMED)
Analisa, Hari
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) sedunia jatuh pada 1 Desember.
Keputusan ini diambil atas ide dari Thomas Netter dan James Bunn yang bekerja di bagian informasi Program
Global untuk AIDS Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) di Genewa,
Swiss, untuk menetapkan satu hari untuk meningkatkan kesadaran atas wabah AIDS.
Mereka mengajukan ide ini kepada Jonathan Mann, Direktur Program AIDS Global (kini
dikenal sebagai UNAIDS). Kemudian Mann menyertujuai ide tersebut dan memutuskan
1 Desember 1988 menjadi awal memperingati kesadaran penyebaran wabah AIDS.
Setiap
1 Desember didesdikasikan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian dunia
akan penyebaran infeksi virus HIV (human Immunodeficiency Virus) sebagai penyebab penyakit
AIDS. Hari AIDS dimanfaatkan
sebagai hari untuk mengkampanyekan tentang bahayanya infeksi virus HIV dan pencegahan penyebaran penyakit AIDS.
Sejak 1996 dan Program Bersama PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS) aktif dan mulai bekerja
badan tersebut yang membidangi untuk mempromosikan/mengkampanyekan AIDS di
seluruh dunia.
Bukan
hanya banyak negara didunia yang memanfaatkan hari AIDS sedunia untuk
mengkampayekan bahaya penyakit AIDS. Indonesia juga memanfaatkan hari tersebut
untuk mengkampanyekan bahaya dan cara pencegahan wabah AIDS. Memanfaatkan hari
AIDS sedunia untuk mengkampanyekan bahaya infeksi virus HIV dan bahaya
penyebaran penyakit AIDS serta cara pencegahanya sangatlah tepat.
Pada
2011, penduduk Indonesia yang menderita HIV/AIDS lebih dari 200.000 Jiwa dari
240 juta jiwa penduduk Indonesia (Tempo.co). Artinya 0,24 persen penduduk Indonesia
mengidap HIV/AIDS. Berdasarkan data dari kementrian Kesehatan RI, pada 2012
ditemukan kasus HIV sebanyak 21.511 orang dan AIDS sebanyak 5.686 orang.
Sementara itu, data pada 2011, penderita HIV sebanyak 21.031 orang dan
penderita AIDS sebanyak 5.686 orang. Pada 2012, penderita HIV sebanyak 21.591
orang dan AIDS sebanyak 6.845 orang. Pada tahun 2009, penderita HIV sebanyak
9.793 dan AIDS sebanyak 5.483 orang. Dan pada 2008 penderita HIB sebanyak
10.362 orang dan AIDS sebanyak 4.943 orang (news.detik.com). Data tersebut
menunjukan bahwa Indonesia tidak steril dari ancaman HIV/AIDS.
Bukan
Hanya 1 Desember Saja!
Hari
AIDS sedunia yang bertepatan pada 1 Desember bisa menjadi satu hari untuk
mengkampanyekan penyebaran dan bahaya HIV/AIDS di seluruh dunia. Begitu juga di
Indonesia pemanfaatan momen 1 Desember adalah waktu yang tepat. Tetapi satu
dalam setahun saja tidak cukup untuk mengkampanyekan penyebaran dan bahaya
HIV/AIDS. Butuh banyak hari dan waktu untuk menyadarkan masyarakat akan bahaya
HIV/AIDS.
Hari
AIDS sedunia hanyalah seremoni dalam panjangnya upaya penyadaran masyarakat
akan bahanya HIV/AIDS. Upaya nyata mengkampanyekan dan penanggulangan
penyebaran HIV/AIDS seharusnya dilakukan setiap saat dan kontinu. Penyadaran
masyarakat akan bahaya AIDS tidak dapat dilakukan hanya dengan satu hari saja.
Kampaye bahaya dan pencegahan AIDS dilakukan secara berangsur-angsur dan
kontinu guna membangun secara bertahap mindset
masyarakat akan bahaya AIDS. Dan upaya tersebut tidak dapat dilakukan hanya
pada satu hari saja.
Bahaya
dan Penyebarannya
AIDS disebabkan karena terinfeksi Virus HIV. Oleh
karenanya untuk mengangulagi penyebaran AIDS perlu juga menekan penyebaran infeksi
virus HIV, apalagi AIDS belum ada obatnya. Banyak cara penyebaran virus HIV
baik melalui hubungan seks, transfusi darah, ibu/air susu. Penularan HIV/AIDS
melalui hubungan seks (penetratif) tanpa mengunakan alat kontrasepsi (kondom),
memungkinkan terjadinya penularan Virus HIV kepada lawan jenis. Hubungan seks
sperma (laki-laki) dan cairan vagina tercampur maka kemungkinan terjangkit
virus HIV sangat besar. Memang sangat sulit menentukan kemungkinan terinfeksi
HIV melalui seks tetapi kemungkinan tertular sangatlah tinggi.
Dengan
transfusi darah sangat berpotensi menularkan virus HIV apabila darah yang
digunakan tercemar oleh virus HIV. Kemudian pengunaan jarum suntik secara
bergantiaan juga beresiko. Resiko terinfeksi HIV sangat besar ketika mengkonsumsi
narkoba juga dapat menularkan virus HIV, apalagi salah satu penggunanya sudah
benar-benar terinfeksi.
HIV juga dapat tertular
kepada pada masa kehamilan ibu yang telah terinveksi. Walaupun resikonya kecil
hanya berkisar 15 persen. Air susu ibu juga dapat menyebarkan virus HIV kepada anak yang
menyusui dengan ibunya yang terinfeksi HIV.
Penutup
Mengurangi stigma buruk masyarakat terhadap pengidap
AIDS juga harus dilakukan. Banyak yang berakibat pengucilan pengidap AIDS
karena takut akan tertular penyakit tersebut. Penyakit yang hingga kini belum
ada obatnya menambah buruk pengidap AIDS dimata masyarakat, mereka menjauhinya
karena takut tertular. Padalah penyebaran infeksi HIV terjadi pada
aktivitas-aktivitas tertentu saja, seperti dijelaskan sebelumnya. Oleh
karenanya masyarakat harus diberi pemahaman bagaimana memperlakukan mereka yang
terjangkit AIDS.
Perlu penyadaran akan
akitivitas masyarakat yang berpotensi menyebabkan terjangkit HIV melalui upaya
mengkampayekan. Pemberian pengetahuan tentang gejala dan komplikasi, penyebab,
diagnosis, pencegahan, penanganan dan lainya yang mungkin dianggap perlu untuk
menambah pengetahuan AIDS kepada masyarakat.Untuk membangun mindset masyarakat untuk menjauhi dan
sama-sama menekan peredaran AIDS dimasyarakat perlu dilakukan secara bertahap
dan kontinu.
NEGARA KEADILAN YANG DISKRIMINASI (Opini Analisa)
Oleh
FAZLI RACHMAN
FAZLI RACHMAN
(Mahasiswa Jurusan PPKn Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Medan, dan Aktivis HMI)
Analisa, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
kalimat inilah yang menjadi dasar bahwa Indonesia adalah negara yang memberikan
rasa keadilan bagi seluruh rakyatnya tanpa terkecuali. Butir kelima Pancasila
yang dijadikan dasar negara/fundamentalism oleh founding fathers sudah seharusnya merasuk keseluruh organ tubuh
Negara Republik Indonesia hingga kini untuk memberikan rasa keadilan bagi
rakyatnya.
Kini rasa keadilan yang menjadi cita-cita
luhur semakin menjadi slogan semata ketika pendidikan terdiskriminasi. Kisah
miris ketika pendidikan di ujung timur negeri ini kondisinya sangat memilukan, memimpikan
turunnya keajaiban dari pemerintah akan sesosok seorang guru. Kekurangan guru
menambah mirisnya kondisi pendidikan timur negeri ini, pengabdian guru disana bagaikan
sesosok Oemar Bakrie yang mengabdi dan memberikan jiwa raganya secara ikhlas
hanya untuk bangsa dan negara tanpa pamrih, ditengah glamornya pendidikan
perkotaan khusunya Jawa dan Sumatera, sebuah kisah yang saya dapat ketika membaca
sebuah opini yang berjudul Merindukan
Sosok”Oemar Bakrie” di Tanah Papua (Analisa 18/10/2013), kisah ini hanya
satu contoh dari sekian banyak kisah miris pendidikan di Indonesia.
Pendidikan
adalah investasi bangsa, untuk itu pemerintah wajib memfasilitasi anak bangsa
untuk senantiasa menuntut ilmu sebanyak mungkin dengan harapan mampu
menginterprestasikannya suatu hari nanti. Kualitas dan pemerataan pendidikan adalah
sebuah kewajiban yang harus berikan kepada anak bangsa di seluruh wilayah
Indonesia tanpa terkecuali, agar di kemudian hari mereka dapat membangun
daerahnya sendiri khususnya dan Indonesia umumnya demi kemajuan bersama dimana
yang akan datang.
Jika
mengacu pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
(UUD NRI 1945) sudah jelas bahwa salah satu tujuan dibentuknya negara ini
adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Jelas bahwa memberikan pendidikan
yang berkualitas dan merata adalah sebuah kewajiban bagi negara, apa lagi dalam
pada UUD NRI 1945 pada Pasal 31 (1) “setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan”.
Pemerataan
kualitas adalah sebuah wujud pendidikan yang berkeadilan. Tetapi jika kita
mengulas berbagai kisah perjuangan anak bangsa berjuang untuk mendapatkan ilmu,
menepuh perjalanan hingga puluhan kilometer bahkan hingga bertaruh nyawa adalah
wujud kesungguhan pengorbanan mereka untuk mencerdaskan dirinya sehingga
kedepannya dapat merubah derajat hidup mereka tetapi apa yang dikorbankan tidak
sepadan dengan ilmu yang didapatkan. Permasalahannya adalah kurangnya fasilitas
seperti, guru, ruangan, buku, media pembelajaran, teknologi yang tidak mendukung
proses pembelajaran terwujudnya proses pembelajaran yang ideal.
Pendidikan
Asal Ada di Ujung Negeri
Sederetan
aturan hukum mulai dari sumber dari segala sumber-nya (Pancasila) hingga
Peraturan Perundang-Undang dibawahnya sudah dirancang sedemikian rupa agar
perwujudan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia dapat merata dan berkualitas
dari segi mutunya. Tetapi tak sama dengan daerah Jawa dan Sumatera, justru
pendidikan di daerah-daerah lain di Indonesia terkesan seadanya, pasalnya jika
dilihat pendidikan anak negeri khusunya diwilayah Papua dan daerah-daerah tergolong
tertinggal, terluar dan terdepan (3T) negeri ini gurunya pun sangat minim
(sebagai tolak ukur awal).
Negara
yang berkeadilan seharusnya pendidikannya pun memiliki perspektif keadilan.
Papua menjadi satu contoh terbelakangnya pendidikan, tak sebanding dengan
potensi sumberdaya manusianya yang luar biasa. Terbukti anak-anak dari Papua
berprestasi bukan hanya pada kancah nasional bahkan internasional melalui kemenangan
dari sederetan kompetisi yang diikuti mereka adalah sebahagian kecil bukti
bahwa banyak anak bangsa yang memiliki potensi luar biasa disana tidak memiliki
kesempatan mengecap pendidikan yang berkualitas.
Seharusnya
pemerintah sadar bahwa disegala kekurangan negara ini, pendidikan sangat
dibutuhkan. Papua hanya satu contoh kecil dari contoh bahwa banyak anak bangsa
yang mengecap pendidikan tidak berkualitas dan bahkan ada juga yang belum
pernah mendapat pendidikan walaupun mereka memiliki potensi yang luar biasa
jika difasilitasi.
Mendapatkan pendidikan merupakan hak
seluruh warga negara Indonesia, tetapi bukan pendidikan yang sekedar ada yang
dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan yang memiliki mutu dan
meratalah yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa diskiminasi dan
mengedepankan prinsip keadilan. Ditengah keglamoran pendidikan Jawa dan
Sumatera yang memiliki gedung permanen, guru bermutu dan cukup, fasilitas yang
lengkap dibandingkan daerah lain secara khusus daerah 3T semakin menambah
kesenjangan pendidikan di Indonesia. Pemulihan pendidikan didaerah-daerah 3T Indonesia
adalah sebuah kewajiban dengan melengkapi segala fasilitas pendukung tanpa
terkecuali bukan hanya guru melalui program SM-3T.
Pendidikan berkeadilan adalah modal
utama untuk mengembangkan potensi anak bangsa untuk mewujudkan Indonesia
menjadi negara unggul di mata dunia. Semoga saja!.
Belum Merdeka Dari Banjir (Opini Analisa)
Oleh:
FAZLI
RACHMAN
(Mahasiswa Jurusan PPKn Fakultas Ilmu Sosial dan Pengurus HMI Koms. FIS UNIMED)
Analisa, Sebagai negara berkembang Indonesia tentu sedang
giat-giatnya dalam pembangunan. Pembangunan yang terus terjadi seiring pertumbuhan
penduduk adalah sebuah kebutuhan manusia. Pembangunan tentunya membutuhkan
lahan yang mau tidak mau akan dikonvensi menjadi bangunan yang akan disesuaikan
dengan kebutuhan manusia.
Dengan
pesatnya pembangunan, tentunya banyak ruang terbuka hijau yang dikonvensi
menjadi lahan komersil. Hal ini mengakibatkan semakin sempitnya ruang terbuka hijau
akibat konvensi lahan mengutamakan nilai komersil tentunya akan mengancam
keberlangungan hidup manusia. Dampak dan resiko dari pembangunan yang tidak berwawasan
lingkungan akan berinteraksi dengan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan
hidup.
Perubahan
iklim akan berdampak pada curah hujan yang tidak menentu yang tentunya akibat
kerusakan lingkungan yang terus meningkat, salah satu dampaknya adalah banjir. Banjir
merupakan masalah tersendiri bagi Sumut, tercatat sebanyak 6 (enam)
Kabupaten/Kota yang dilanda banjir masing-masing adalah Tebing Tinggi, Serdang
Bedagai, Deli Serdang, Medan, Binjai, Langkat yang mengakibatkan ribuan rumah
tergenang dan masyarakatnya terpaksa mengungsi. Untuk itu sangat di perlukan masterplan
pembangunan yang berwawasan lingkungan
sehingga dampak dan resikonya.
Slogan “Hujan sedikit langsung banjir” memang
sudah menjadi kebiasaan masyarakat ketika seringnya terjadi hujan dengan
diikuti banjir. Memang itulah yang
dialami masyarakat yang akhir-akhir ini harus ikhlas ketika hujan mendatangkan
banjir. Tentu hujan yang datang hampir setiap hari menyebabkan masyarakat
khwatir akan ancaman banjir yang tentunya akan menambah keresahan masyarakat
tentunya.
Kedatangan hujan sudah
pasti tidak dapat dibendung karena hujan adalah anugrah dari Tuhan untuk
sekalian manusia, tapi tidak untuk masyarakat Sumut. Hujan pasti akan
mendatangkan banjir. Mungkin Tuhan ingin memberikan kenyataan bawah Pemerintah Daerah
tidak dapat menyediakan ruang resapan agar hujan tidak cepat berdampak banjir.
Terlepas dari kuasa Tuhan sudah jelas banjir adalah masalah yang familiar bagi
kita dan menuntut Pemerintahan daerah bertindak secara cepat untuk
menanggulangi banjir yang kian meresahkan masyarakat.
Tentu
harus ada upaya untuk penanggulangan banjir dan dampaknya. Banyak cara agar
banjir dapat terhindarkan bagitu pula dampaknya, tetapi harus ada action yang tepat bukan hanya sekedar
wacana belaka.
PENANGGULANGAN
BANJIR
Bukan isapan jempol belaka dampak yang dihasilkan banjir,
tetapi faktanya banjir terus menggenangi wilayah langganan banjir bahkan
jumlahnya bertambah jikalau penyebab utamanya bertambah pula. Tetapi hingga
kini wacana hanya sekedar “angin lewat” ketika tidak dibarengi dengan action secara kontinu.
Banjir sebenarnya disebabkan oleh tidak normalnya fungsi
dari Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS adalah aliran air yang mengalami sirklus
hidrologi secara ilmiah, oleh karena itu ketika tidak normalnya fungsi DAS
tentu akan mengakibatkan salah satunya banjir. Untuk itu perlu dilakukan
revitalisasi DAS sebagaimana fungsinya semula.
Sebenarnya pengelolahan DAS sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolahan
Daerah Aliran Sungai. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) sudah jelas bahwas Pemerintah
bertanggungjawab untuk mengoptimalkan DAS sebagaimana fungsi dasarnya. Pemerintah
berkawajiban melakukan pengelolahan DAS secara optimal, tatapi jika kita ukur
tingkat keberhasilan Pemerintah dalam pengelolahan DAS dengan dampak yang
ditimbulkan salah satunya banjir, Pemerintah telah gagal untuk mengelolah DAS
sebagaimana fungsinya, khususnya Pemerintah Daerah Sumatara Utara banjir terus terjadi
ketika hujan datang.
Banjir adalah peristiwa alam yang dapat ditanggulangi,
yaitu dengan menjalankan PP No. 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolahan Daerah
Aliran Sungai. Tetapi PP tersebut hanyalah sebagai bukti formal bahwasanya Pemerintah
peduli akan DAS dengan membuat dasar hukum yang mewajibkan pengelolaan DAS bagi
Pemerintah. Tetapi PP tersebut hanya sebatas peraturan tanpa tindak lanjut
secara nyata dari Pemerintah untuk menanggulangi banjir dengan pengelolahan DAS
dengan optimal.
Pengelolahan DAS oleh Pemerintah haruslah dikontrol dan didampingi
masyarakat untuk mendukung pengelolahan DAS secara utuh melalui perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pembinaan dan pengawasan. Pemerintah
juga harus melibatkan masyarakat yang nantinya akan merasakan secara langsung
dapat dari pengelolahan DAS baik positif dan negatifnya.
Pemerintah harus bekerja secara proaktif dalam
penanggulangan banjir, jika tidak mau mengalami kerugian, dan masyarakat tentunya
harus melibatkan diri mengawal Pemerintah untuk menjaga lingkungan hidup
sebagaimana mestinya. Sehingga ketika hujan datang aliran air yang mengalami
sirkulasi hidrologi secara ilmiah dapat berjalan sebagaimana mestinya dengan
harapan ketika hujan datang tidak akan terjadi banjir.
Subscribe to:
Posts (Atom)