Welcome to My Blog

Lentera Merah, nur di dalam kegelapan.

Awal Harapan dan Cita-Cita

Bersama teman-teman di pantai cermin,Sumatera Utara,Indonesia.

Setinas, Rakernas, Silatnas HIMNAS PKn

Wisata di Moseum Kalimantan Barat, Pontianak bersama Peserta dan Panitia Setinas, Rakernas, Silatnas HIMNAS PKn 2-4 November 2012 di STKIP PGRI Pontianak.

Foto Bersama Kombes Pol Drs. Heri Subiansauri, SH.MH.MSi

Dalam Seminar Nasional, Menyambut Hari Sumpah Pemuda tahun 2012 dengan tema “Pemuda Dan Patriotisme Dalam Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” oleh Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan (Sema FIS Unimed) bekerjasama dengan Pusat Studi HAM Universitas Negeri Medan (Pusham Unimed) dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) .

Nomor Punggung 4

Pelepas Minat setelah pertandingan FIS CUP tahun 2012.

Pages

Monday 19 December 2016

ANAK (MASIH) MENGENDARAI SEPEDA MOTOR




Oleh:
Fazli Rachman
(Staf Pusham Unimed dan Kader HMI)
Anak mengendarai sepeda motor seperti sudah menjadi hal yang wajar. Pasalnya anak penguna sepeda motor tidak kunjung berkurang dan relatif bertambah. Ini bisa kita lihat sepanjang hari terutama pada hari-hari sekolah, anak (siswa) pergi kesekolah dengan mengendarai sepeda motor. Dapat juga dilihat disekolah-sekolah relatif banyak sepeda motor yang terparkir dihalaman parkir sekolah, bahkan offer capacity sehingga masyarakat disekitar sekolah menyediakan tempat parkir berbayar.
Perlu dipahami anak adalah kelompok rentan pelanggaran HAM. Anak (UU No 23 Tahun 2002 Tentang Anak) adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak merupakan upaya penting untuk segera dilakukan. Sangat berbahaya sekali anak mengendarai sepeda motor, contohnya kecelakaan dengan berbagai penyebab hingga Ranmor karena anak dianggap sebagai kelompok lemah. Berbagai bahaya tersebut maka pembiaran anak mengendarai sepeda motor adalah pelanggaran hukum.
Masalah ini sejak beberapa tahun terakhir menjadi sorotan, sudah menjadi rahasia umum jika anak tidak memiliki SIM tetapi bebas berkendara. Padahal, seorang pengendara sepeda motor dikatakan dapat mengendarai sepeda motor setelah memiliki legitimasi kompetensi pengemudi yang disebut dengan Surat Izin Mengemudi (SIM). Untuk mendapatkan legitimasi kompetensi pengemudi/SIM seorang pengemudi wajib menggikuti dan lulus serangkaian ujian, dimulai ujian teori, kesehatan dan ujian keterampilan mengemudi dengan alat simulator atau ujian praktik. Lalu bagaimana dengan anak-anak?
Dalam Perkapolri No 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi dijelaskan bahwa untuk memperoleh SIM C (Surat Izin Mengemudi untuk sepeda motor) jika berusia minimal 17 tahun. Jelas bahwa sesorang yang dibawah 17 tahun tidak bisa mendapatkan SIM apalagi untuk mengendarai sepeda motor. SIM juga berfungsi sebagai identitas pengemudi, kontrol kompetensi pengemudi dan data forensik kepolisian. Tujuannya adalah agar terjaminnya legitimasi dan identitas terhadap kompetensi pengemudi dalam rangka mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas.
Duduk Pemasalahan
Anak mengendarai sepeda motor merupakan realita kekinian bahkan sudah menjadi sebuah “pemakluman”. Pasalanya kita masih belum memiliki alat transportasi publik yang aman dan nyaman. Transportasi publik dewasa ini relatif belum menjawab kebutuhan masyarakat. Rute yang ada relatif jauh sehingga untuk mencapai tujuan memakan waktu lama, ditambah dengan supir harus “mengetem” dengan waktu yang lama. Ini menjadi problem tersendiri bagi transportasi publik yang ada.
Nyatanya pemerintah sampai saat ini relatif tidak mampu menyediakan transportasi ramah, jika ada ongkosnya relatif mahal. Bayangkan jika anak masuk sekolah jam 7.30 WIB, mereka harus jam berapa berangkat dari rumah dan kemungkinan terlalu gelap dan sangat berbahaya. Kondisi lebih berat jika sekolah anak relatif lebih jauh dari rumah. Mengendarai sepeda motor menjadi solusi sesaat dibalik bahaya yang mengancam anak.
Orang tua yang seharusnya menjadi garda terdepan perlindungan anak, ternyata mendukung. Disebabkan berbagai masalah transportasi public kita. Banyak orang tua memberikan sepeda motor anaknya disebabkan karena jarak sekolah jauh dan memakan waktu lama jika mengunakan transpotasi publik yang ada. Orang tua juga menghitung biaya dengan mengunakan transpotasi publik dua kali lebih banyak jika mengunakan sepeda motor. Belum lagi anak yang minta mengunakan sepeda motor hanya untuk “gaya-gayaan” saja. Tertapi bagaimanapun tindakan tersebut mengabaikan prinsip keselamatan dan keamanan anak.
Disisi lain, ternyata terjadi pembiaran yang dilakukan oleh Kepolisian. Penglihatan penulis selama ini, cukup bebas anak pergi sekolah dengan mengunakan seragam sekolah mengendarai sepeda motor. Walaupun mereka tampak menaati peraturan dengan menyalakan lampu, mengunakan kaca spion dan memakai helm, mereka tetaplah tidak memiliki SIM sebagai legitimasi kompetensi pengendara. Saya yakin petugas kepolisian mengetahui bahwa mereka adalah anak dibawah umur kepemilikan SIM (dibawah 17 tahun). Tentunya polisi mengetahui rata-rata siswa SMA kelas 3 saja masih berumur 16 tahun dan hanya sedikit sudah 17 tahun. Bahkan, anak SMP saja sudah mengendarai sepeda motor.
Kemungkinan Buruk
Sangat berbahaya anak mengendarai sepeda motor, banyak kemungkinan bisa terjadi jika anak tetap dibiarkan mengendarai sepeda motor. Ancaman kecelakaan selalu menghantui. Anak memiliki ancaman kecelakaan lebih tinggi dikarenakan tidak memiliki pengakuan kompetensi sebagai pengendara. Anak dalam masa pendewasaan kemungkinan akan kebut-kebutan dijalan karena hasrat ingin tampil dan mencoba.
Ancaman tersebut dikarenakan semakin tinggi anak penguna sepeda motor dan akan mempersempit ruang berkendara khususnya pada jam-jam sibuk. Tentu angka kecelakaan juga akan semakin tinggi. Dilain sisi , anak sebagai kelompok rentan lebih rawan Ranmor, tentu akan membahayakan. Pengunakaan sepeda motor juga semakin praktis dan mobile anak kemana saja dan tidak terkontrol. Bahkan sebagian kecil mereka dengan sepeda motornya membolos sekolah ketempat-tempat jauh atau tempat tidak dilihat keluarga.
Terakhir, tidak berjalannya program tertib berlalu lintas. Dasar berfikirnya adalah bagaimana mungkin tertib berlalu lintas terwujud jika masih ada pengendara yang tidak memiliki SIM (dibawah 17 tahuh) bebas berkendara di jalanan. Permasalahan klasik seperti ini sudah menjadi pembahasan umum masyarakat. Tetapi kenyataannya sampai hari ini masalah tersebut masih tetap terjadi.
Masalah ini bisa diselesaikan jika (1) orang tua benar melindungi dan mendidik anaknya dengan baik. Tidak mempermudah diri untuk melakukan sesuatu dengan praktis. (2) Kepolisian harus tetap konsisten menegakan hukum, terutama tertib berlalu lintas. Karena mobilitas manusia salah satunya di jalan raya. (3) Pemerintah harus bersegera diri untuk membenahi transportasi publik, sehingga terwujudnya transpistasi yang mengutamakan keamanan, ketertiban dan praktis. Dan yang terpenting adalah sinergitas antara orang tua sebagai pendidik, polisi dalam rangka penegakan hukum melalui tertib berlalu lintas dan pemerintah yang menyediakan transportasi publik. Sehingga anak tidak perlu lagi mengendarai sepeda motor untuk mobilitasnya sehari-hari dan semoga tertib berlalu lintas dapat terwujud dan generasi muda selamat sentausa.

Tulisan ini adalah tulisan lama yang, baru saya publish.